Friday, November 25, 2016

Apakah Sengstaken Blakenmore Tube lebih efektif untuk GI Bleeding?





Is Sengstaken Blakenmore Tube efective for GI Bleeding?



Latar Belakang
Pendarahan Akut Gastrointestinal atau acute upper gastrointestinal  bleeding (UGIH) adalah salah satu kegawat-daruratan medis yang sering terjadi dan kebanyakan kasusnya membutuhkan pengkajian medis yang segera. Prioritas utama adalah untuk segera membawa pasien ke rumah sakit, dengan maksud untuk memperbaiki dengan segera status sirkulasi akibat shok baru kemudian menemukan sumber pendarahan yang terjadi. Penting untuk semua perawat mengetahui waspada dengan tanda dan gejala yang dialami, mangement perawatan acute upper GI bleeding, dan berbagai masalah yang terkait (Smith, 2004).
Insiden acute upper gastrointestinal  bleeding (UGIH) mencapai 150 kejadian dari 100.000 pendarahan dalam tubuh. Insiden ini paling sering terjadi pada masyarakat dengan tingkat pendapatan yang rendah. Walaupun insidennya sekarang sudah mulai menurun, angka kematian yang diakibatkannya tetap tinggi. Sebuah audit UGIH di Inggris pada tahun 1995 menunjukkan bahwa pasien yang masuk rumah sakit dengan pendarahan sebagai diagnosis utama angka kematiannya mencapai 11%. Sedangkan mereka yang mengalami pendarahan gastrointestinal untuk kedua kalinya, tingkat kematiannya mencapai 33%. Kematian terbanyak dari UGIH terjadi pada lansia yang mana memang tidak memiliki status kesehatan yang optimal (Fellows, 2000).

Penyebab paling sering dari UGIH adalah esophageal varices, gastric ulcer dan deudenal ulcer. Sedangkan penyebab lainnya dikarenakan esophageal ulcer, malignant ulcers, hiatal herniae dan diverticula (Charmen et all dalam Faruquzzaman, 2010). Lebih kurang 50% pasien dengan cirrhosis akan berkembang menjadi esophageal varices dan satu dari tiga pasien tersebut akan berlanjut ke pendarahan varices. Pendarahan Esophageal Varices adalah kejadian mengancam nyawa dengan tingkat kematian masih diatas 20% dalam 6 minggu setelahnya dan oleh karena itu membutuhkan intervensi segera (Sharma, 2011). .
Managemen penanganan pendarahan gastrointestinal bagian atas adalah dengan segera membawa pasien ke rumah sakit. Setelah di rumah sakit, prioritas utama adalah dengan memberi bantuan untuk status sirkulasi pasien dan kemudian identiikasi sumber pendarahan (Smith, 2004). Sedangkan untuk pendarahan akut varices, Bosch et all (2007) mengatakan bahwa rekomendasi saat ini untuk mengatasi pendarahan akut varices adalah dengan mengkombinasikan stabilisasi hemodinamik, prophilaksis antibiotik, agen farmakologik dan penatalaksanaan endoscopic. Terapi endoscopic menggunakan ‘band ligation’ digabung dengan obat vasoactive sangat efektif untuk dilakukan. Tetapi-terapi dasar inipun masih dapat gagal untuk mengontrol pendarahan berhubungan dengan pendarahan ulangan dini (dalam 5 hari awal) yang terjadi pada 10-20% pasien. Hal serupa juga dikatakan oleh Pasqualle yang mengatakan bahwa Terapi endoscopic dengan band ligation serta terapi farmakolgis adalah tatalaksana penanganan utama untuk kasus pendarahan akut varisceal. Sayangnya, pada beberapa kasus bahkan dengan kombinasi dari tindakan diatas dapat gagal untuk menghentikan pendarahan variceal. Dan dalam situasi ini, baloon tamponade Sengstaken Blakemore Tube (SBT) adalah jembatan sementara untuk strategi lain yang definitif dapat digunakan. SGT dapat menghentikan pendarahan dengan kompresi langsung dari varices melalui balon gastric dan esophageal yang mengembang dan ini dapat sukses hingga 90% kasus (Pasquale, 1992).
Sengstaken Blakemore Tube (SBT) yang diperkenalkan pertama pada tahun 1950 adalah tube plastik multi-lumen dengan dua balon yang dapat dikembangkan (Gastric dan Esophageal balon) (Sengaskten dalam Maufa, 2012). SB tube ini memiliki empat lumen dengan dua balon tadi. Ini menyediakan gastric aspiration untuk mengijinkan drainase dari cairan bawah balon gastric. Alat ini juga menyediakan esophageal aspirasi, yang mana didapatkan oleh tube kedua. Perawat memiliki peran penting dalam pemasukan dan observasi dari selang ini (Christensen, 2004). Tapi pada lain sisi, SBT memiliki komplikasi potensial yang mengancam naywa. Ketika aspirasi dari sekret menjadi masalah utama, obstuksi jalan nafas akut dan esophageal rupture walau sangat jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang fatal (Seet E, 2008).  Hal inilah yang memerlukan pemikiran ulang melalui penelitian ilmiah atau study literature untuk kemudian mendapatkan informasi yang lebih mendalam.


Analisa Literatur
Berbagai laporan penelitian menyebutkan bahwa penggunaan Sengstaken-Blakemore tube merupakan cara yang efektif dan juga menjadi prosedur utama di berbagai rumah sakit dalam menangani atau mengontrol pendarahan varices pada saluran pencernaan atas untuk sementara sebelum ada terapi definiti lain.  Sarin SK dalam tulisannya berjudul “Balloon tamponade in the management of bleeding oesophageal varices” mengatakan walaupun adanya teknik baru untuk mengatasi pendarahan varices, masih ada tempat untuk Balloon Tamponade seperti Sengstaken-Blakemore. Kateter ini adalah alat yang efektif dalam mengontrol pendarahan hingga 40-92% dari seluruh pasien (Sarin SK, 1984). Hal ini juga dikatakan oleh Panes yang mengemukakan bahwa ST tube dapat mencapai haemostatis hingga 80-90% dari 10-15 persen kejadian pendarahan saluran cerna atas yang diatasi dengan SB-Tube (Panes, 1988).
Untuk menginvestigasi keefektivan dan keamanan dari Sengstaken-Blakemore (SB) tube dibandingkan dengan Linton-Nachlas (LN) tubem sebuah randomized clinical trial telah dilakukan diantara kedua alat ini. Tujuh puluh sembilan pasien yang menderita pendarahan saluran cerna akibat esophagus varices dimasukkan dalam penelitian ini. Hasilnya kedua alat ini menunjukkan keefektivan yang sangat baik dalam mencapai hemostatis (86%), tapi ketika pendarahan berasal dari esopaghus varices, SB-Tube mencapai permanen hemostatis lebih sering (52%) dibandingkan LN Tube (30%). Toleransi yang lebih baik dan keefektian yang lebih besar dicapai SB Tube ketika diaplikasikan tanpa ekternal traksi. Kegunaan dari esophagus tamponade untuk pendarahan varices akan lebih tinggi jika digunakan dalam waktu 6 jam setelah pendarahan (Teres J, 1978).
Lebih lanjut Pasquale dalam tulisannya berjudul ‘Use of balloon tamponade to control bleeding varices’ mengatakan kompresi balon dari SBT adalah upaya yang sangat efektif hingga 90% kasus dapat tertangani. SB-Tube adalah sebuah cara gawat-darurat sementara yang bertujuan untuk menghentikan pendarahan dan mengijinkan terjadinya pergantian volume cairan, dan mencegah lebih lanjut kehilangan darah untuk mengoptimalkan kondisi pasien sebelum dilakukan managemen definitif yang lebih terencana. SB-Tube akan lebih efektif pada pasien dengan gangguan fungsi hepar yang lebih ringan dan pada pasien yang didahului dengan terapi endoskopy (Ramasethu, 2004). Hasil serupa juga dipaparkan oleh Feinman & Haut (2014) yang mengatakan bahwa walaupun intervensi SB-Tube walau hanya sementara ini telah membuktikan dapat menghentikan pendarahan yang mengancam nyawa hingga 80% dari semua pasien dengan pendarahan akut saluran cerna atas akibat esophageal varices. Lebih lanjut Feinman mencatat SB-Tube digunakan sebagai jembatan utama yang cepat untuk mengatasi pendarahan yang mengancam nyawa ini. Dan tidak hanya untuk pendarahan saluran cerna, SB-Tube juga dapat digunakan untuk beberapa tujuan lain. Pada Transplantasi liver, SB-Tube dapat digunakan untuk secara aman mengkoreksi ‘graft torsion’, yang mana dapat dengan mudah diamati dengan pemeriksaan Doppler (Steinburk, 2010).
Beberapa hal yang kemudian menjadi argumen bahwa SB Tube ini  kemudian menjadi tidak ‘viable’ untuk dipergunakan lagi adalah karena komplikasi yang ditumbulkan cukup fatal. Resiko komplikasi yang ditimbulakan mengancam nyawa seperti yang dilaporkan beberapa penelusuran berikut. Pasquale menyatakan walaupun SB-Tube efektif, di lain sisi resiko kompilkasi yang dilaporkan mencapai angka 15%. Aspirasi dari sekret adalah komplikasi utama dari alat ini. Obstruksi jalan naas, nekrosis karena tekanan mukosa dan esophageal rupture walau jarang terjadi namun menjadi komplikasi yang fatal (Pasquale, 1992). Hal senada juga dikatakan oleh Vlavianos yang melaporkan SB-Tube diasosiakan dengan 10-35% komplikasi yang terjadi, terlebih lagi ditangan mereka yang belum berpengalaman. Lebih lanjut telah dikemukakan bahwa SB-Tube sebenarnya terbatas pada mereka yang sudah berpengalaman (Vlavianos, 1989). Kemudian Chong mengatakan bahwa SB-Tube seharusnya hanya digunakan sebagai jembatan sementara untuk mengontrol pendarahan yang masif hingga terapi definitif dapat dilakukan dalam 24 jam. Dan lebih lanjut seperti data sebelumnya Chong juga mengatakan bahwa SB-Tube diasosiasikan dengan komplikasi fatal pada 6-20% kasus yang mana komplikasi paling fatalnya adalah esophageal rupture (Chong, 2005).

Beberapa insiden mengenai fatalnya komplikasi yang disebabkan oleh ST Tube dilaporkan dalam beberapa case report seperti dibawah ini.
Kasus 1 : Seorang perempuan berumur 71 tahun didiagnosis mengalami cryptogenic cirrhosis dibawa ke pelayanan gawat darurat dengan hematemesis dan hematochezia. Pengkajian fisik mengungkapkan takipnea (22/min), hipotensi (80/55mmHg). Asites, hernia sclera dan umbilical. Hasil lab menunjukkan Hb : 6,9mg/dl, Hematokrit 22,4%, WBC 10900/mm2, PTT 22,3 s dan INR 2.11. Hasil esophagogastroduode­noscopy (EGD) menunjukkan grade 3-4 esophageal varices dengan spot merah dan oozing. Karena pendarahan yang terus memburuk dibawah penanganan vasopressor dan infus salin, SBT dimasukkan secara cepat dengan kesulitan. Setelah dikonfirmasi melalui auskultasi, gstric balon dikembangkan 300 ml, esophageal balon dikembangkan 40mmHg. Radiografi dada kemudian mengungkapkan ternyata gastric baloon berada di belakang bayangan jantung. Baloon kemudian dikempeskan dan pasien mengalami pendarahan kembali. Karena akibat salah posisi balon tadi, terjadi ulcer pada varices yang telah dilem dan adanya ‘deformed dilated esophagus wall’ sepanjang 30 cm. Pasien beberapa hari kemudian mengalami demam dan hipotensi dan meninggal di hari ke 11 di ruang ICU (Turkay, 2013).
Kasus 2 : Seorang pria berumur 44 tahun mengalami infeksi hepatitis B. Masuk ke layanan emergency dengan hematemesis dan ‘tarry stool’. Pemeriksaan endoscopic menunjukkan adanya 3 esophageal varices dengan warna merah. Ligasi dilakukan pada lesi ini. Dua hari setelahnya hematemesis kembali terjadi dan pasien mengalami syok hemoragik. SB-Tube dimasukkan tanpa ada kesulitan. Epigastric auskultasi dilakukan  dan gastric buble dikonfirmasi oleh staf medis. Tapi kemudian “Subsequent chest roentgenogram” dilakukan dan ternyata menunjukkan ‘malposisi’ gastric baloon pada area paru bagian kiri bawah. CT Scan menunjukkan bahwa tube telah menembus dinding esophagus. Karena keadaan pasien yang tidak stabil, operasi perbaikan tidak dapat dilakukan. Pasien kemudian meninggal karena syok hemoragik dua jam setelahnya (Wang et all, 2010).                         

Tapi kemudian bukan berarti bahwa ST-Tube telah gagal dalam menangani pendarahan saluran cerna atas atau tidak baik untuk digunakan lagi kedepannya. Komplikasi yang terjadi diakibatkan adanya prosedur yang direkomendasikan dilakukan namun dilewati dan adanya faktor lain yang berpengaruh. Hal ini diungkapkan dalam bagian diskusi dalam masing-masing case report diatas.
Pada kasus pertama, SBT dimasukkan ke pasien dengan segera karena adanya pendarahan yang parah. Karena kondisi pasien yang tidak stabil akibat pendarahan, balon dikembangkan setelah konfirmasi selang menggunakan auskultasi. Sebagai tambahan, pemasangan BT-Tube mengalami kesulitan dan pasien memiliki ‘high Child-Pugh classification’ Semua faktor prespitasi ini membuat rupturenya dinding esophagus. Diagnosis ini dikonirmasi oleh EGD dan managemen yang konserfatif karena kondisi pasien yang buruk. Sayangnya pasien meninggal karena infeksi yang bersumber kemungkinan besar dari mediastinitis (Turkay, 2013). Demikian pula pada kasus ke-dua. Auskultasi epigastric dilakukan untuk mengkonfirmasi posisi dari selang tersebut. Baru kemudian setelah balon dikembangkan dilakukan Subsequent chest roentgenogram yang ternyata menunjukkan adanya malposisi dari gastric balon SB-Tube yang telah menembus dinding esophagus (Wang et all, 2010). Kedua laporan kasus diatas dimana terjadi kegagalan penggunaan SB-Tube dalam mengatasi pendarahan saluran cerna atas dikarenakan hanya digunakannya metode auskultasi untuk konfirmasi posisi selang SB-Tube. Hal inilah yang kemudian menjadi resiko terjadinya salah posisi yang menimbulkan dampak perforasi dinding saluran cerna atas dan kemudian dengan komplikasi lain mengakibatkan kematian.

Strategi penggunaan SB-Tube
Masih ada kelayakan untuk ST Tube tetap digunakan, walau dengan beberapa catatan. Strategi dibawah ini menjadi rekomendasi berbagai penelitian untuk penggunaan ST Tube yang efektif dan mengurangi resiko komplikasi yang mungkin akan terjadi. Kesalahan yang paling sering terjadi yang membatasi efektifitas balon tamponade adalah kegagalan pisisi dari gastric balon pada posisi gastroesophageal junction. Sebenarnya jarang dilakukan untuk mengembangkan balon esophagus bila gastric balon sudah beraa dalam posisi yang tepat (Vlavianos, 1989).
Oleh karena itu penggunaan metode tambahan selain auskultasi diperlukan untuk mengkonfirmasi letak selang dengan benar. Hal ini dinyatakan oleh Kelly (1997) bahwa setelah  pemasangan SBT, auskultasi dan monitoring tekanan balon sendiri tidak mencukupi. Sehingga dibutuhkan x-ray dada sebelum dan sesudah gastric balon dikembangkan adalah sebuah tatalaksana untuk mengkonfirmasi posisi yang benar dari selang dan mendeteksi adanya kesalahan tempat dari selang di esophagus secepat mungkin. Dalam kasus posisi selang tidak dapat terdeteksi dengan x-ray, gastric balon dapat iisi dengan cairan radiocontrasr terlebih dahulu untuk membuktikan posisi dari selang tersebut. Hal serupa juga dikatakan oleh Chong (2005) dalam laporan kasusnya. Diantara komplikasi yang ada, esophagus rupture karena kesalahan penempatan SB-Tube mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi dari adanya hemothorax atai septic mediastinitis. Sehingga untuk mencegah hal ini, konfirmasi yang benar dari penempatan selang dengan auskultasi saja tidak mencukupi. Radiography secara rutin perlu dilakukan setelah pengembangan yang sedikit dari gastric balon untuk mengkonfirmasi bahwa selang terpasang pada posisi yang benar sangat direkomendasikan.
Strategi berikutnya yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi kebenaran letak selang adalah dengan menggunakan USG. Seperti yang diungkapkan Guntam (1997) bahwa konfirmasi Radilogical disrankan sebelum pengembangan penuh dari balon. Tetapi, pengembangan sebagian dari gastric balon tidak selalu dapat dikonfirmasi dengan chest roentgenogram. Sementara itu keterlambatan dalam mengembangkan balon untuk menekan pendarahan akan berakibat buruk pada kondisi pasien yang bila mengalami keadaan hemodinamik tidak stabil maka dapat menyebabkan konsekuensi yang fatal. Ultrasonography, yang mana lebih siap digunakan pada ICU dapat digunakan untuk mengidentifikasi posisi selang. Mengingat adanya kontras dari darah, jel dari echogenic pada lambung, penggunaan ultrasonography untuk menentukan posisi dari SB-Tube tampak menjanjikan (Guntram, 1997). Hal ini juga dikemukakan oleh Lin (2006). Menurutnya, lokasi dari selang dapat dikonfirmasi dengan cepat dengan USG jika tersedia dan ada dokter yang dapat menggunakannya. Sehingga, mediastinitis dan infeksi lain karena adanya perorasi esophagus dapat dihindari.
Memang ada metode baru untuk mengontrol pendarahan varices yang baru-baru ini dikemukakan menggunakan self-expanding stent sebagai alternatif dari SB-Tube. Penatalaksanan ini telah menunjukkan angka kematian yang rendah dari komplikasi yang terjadi. Tetapi, penatalaksanaan ini terbatas kepada pendarahan varices yang berlokasi di esophagus sehingga adanya gastric varices tidak dapat tertampung oleh alat ini. Sehingga tatalaksana dengan B-Tube akan tetap dilakukan dalam management akut dari pendarahan varices dan diprediksi kematian akibat komplikasinya akan terus terjadi (Nielsen, 2012).

Kesimpulan :
Kasus diatas mendemonstrasikan betapa fatalnya komplikasi dari SB-Tube walaupun alat ini sangat efektif dalam mengontrol pendarahan akut akibat varices esophagus sebagai jembatan atau terapi sementara sementara masih direncakan terapi yang lebih definitif. Hasil pembahasan menunjukkan pentingnya radiography dalam mencek posisi selang sebelum dan setelah pengembangan penuh dari balon gastric untuk mengkonfirmasi kebenaran dari posisi selang dan mendeteksi pemindahan lokasi selang secepat mungkin. Seperti yang dikatakan Nielsen (2012), kasus kami mengilustrasikan bahwa penempatan yang benar dari SB Tube sebelum pengembangan balon memegang peranan penting untuk mencegah adanya ruptur esophagus. Pemasukan dengan penempatan yang benar dari selang walaupun merupkan prosedur yang sulit harus tetap dilakukan dengan baik untuk mencegah ruptur esophagus yang dapat mengakibatkan kematian (Nielsen, 2012).
Oleh karena itulah, observasi yang terus berulang dengan x-ray harus dilakukan. Pada keadaan yang darurat dan x-ray tidak bisa secara jelas mengungkapkan posisi selang, maka penggunaan ultrasonography dapat memberikan solusi yang menjanjikan.











DAFTAR PUSTAKA

Abraldes, J., and Bosch, J. (2007). The treatment of acute variceal bleeding. Journal of Clinical Gastroenterology 41(10 Suppl 3): S312-S317.
Charmel et all, dalam Faruquzzaman, 2010). Signiicant association o acute gastrointestinal haemorrage. Chitagong Medical College Hospital : Bangladesh
Chong CF. Esophageal rupture due to Sengstaken-Blakemore tube misplace­ment. World J Gastroenterol 2005;11:6563-5.
Christensen, T. (2004) The treatment of oesophageal varices using a Sengstaken-Blackmore tube: considerations for nursing practice. Nursing in Critical Care; 2: 58–64.
Feinman &haut, 2014. Upper Gastrointestinal BleedingCare Medicine (ACCM), Emergency Medicine, The Johns Hopkins University School of Medicine, Sheikh Zayed Tower, 1800 Orleans Street_ 2014 ElsevieR
F. Maufa, 2012. Role of Self-ExpandableMetal Stents in Acute Variceal Bleeding. mDivision of Gastroenterology, Department of Medicine, MedStar Georgetown University Hospital, Georgetown University, 3800 Reservoir Road, NW, Washington, DC 20007, USA
Guntram L, Michael R, Helmut M, Stefan G, Jurgen S, Axel H. Inflation and positioning of the gastric balloon of a sengstaken-blakemore tube under ultrasonograpic control. Gastrointest Endosc 1997;45:538
HJ Fellows1 and HR Dalton2,3 1Intensive Care Unit, Royal Devon and Exeter Hospital, Exeter, UK; 2Cornwall Gastrointestinal Unit Royal Cornwall Hospital and 3Peninsula College of Medicine and Dentistry, Truro, UK
J. Panes, J. Teres, J. Bosch, J. Rodes, Efficacy of balloon tamponade in treatment of bleeding gastric and esophageal varices. Results in 151 consecutive episodes, Dig. Dis. Sci. 33 (April (4)) (1988) 454–459.
Kelly DJ, Walsh F, Ahmed S, et al. Airway obstruction due to a Sengstaken Blakemore tube. Anesth Analg 1997;85:219-21.
Lin AC, Hsu YH, Wang TL, et al. Placement confirmation of Sengstaken-Blakemore tube by ultrasound. Emerg Med J 2006;23:487
Nielsen, Trine Skov, 01. Lethal esophageal rupture following treatment with Sengstaken–Blakemore Tube in management of variceal bleeding: A 10-year autopsy study. Department of Forensic Medicine, Faculty of Health Sciences, Aarhus University, Brendstrupgaardsvej 100, 8200 Aarhus N, Denmark
Pasquale MD, Cerra FB. Sengstaken-Blakemore tupe placement. Use of balloon tamponade to control bleeding varices. Crit Care Clin 1992;8:743-53.
P. Vlavianos, A. E. S. Gimson, D. Westaby, and R. Williams, “Balloon tamponade in variceal bleeding: use and misuse,” British Medical Journal, vol. 298, no. 6681, article 1158, 1989.
Sarin SK, Nundy S. Balloon tamponade in the management of bleeding oesophageal varices. Ann R Coll Surg Engl 1984;66:30-2.
Smith, G.D, 2010.. The management of upper gastrointestinal bleeding. Nursing Times; 100: 26, 40-43.
Sharma P, Sarin SK. Improved survival with the patients with variceal bleed. Int J Hepatol Int J Hepatol 2011;2011:356919.
Seet E, Beevee S, Cheng A, et al. The Sengstaken-Blakemore tube: uses and abuses. Singapore Med J 2008;49:195.
Steinburck, 2010. Ectopic Placement of Sengstaken-Blakemore Device to Correct Outflow Obstruction in Liver Transplantation: Case Reports. Published by Elsevier Inc. 360 Park Avenue South, New York,
Turkay. 2013.   Esophageal Perforation: A Rare but Fatal Complication of Urgent Sengstaken Blakemore Tube Intubation. Department of Internal Medicine, Intensive Care Department, Faculty of Medicine, Marmara University, İstanbul, Turkey. Elseveir
Wang, Mao Heng et all, 2010. Malposition of a Sengstaken-Blakemore Tube: A Case Report. Department of Internal Medicine, Tao-Yuan Hospital, Department of Health, Executive Yuan, Taiwan : J Emerg Crit Care Med. Vol. 228 21, No. 4, 2010



1 comments:

fannysacre said...

Casino Bonus Codes - DRMCD
Find 남양주 출장마사지 the best Casino 강원도 출장안마 Bonus 영주 출장마사지 Codes for December, 2021. Read the latest Casino Bonuses, Codes 보령 출장마사지 & Free Spins for US 성남 출장샵 Players. Check these casinos now for

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes