PROPOSAL
2.1 Tinjauan
Teori
Interprofesional
Learning didefiniskan sebagai ‘belajar bersama untuk mempromosikan
praktek kolaborasi (Hammick, 1998). Interprofesional
Learning terjadi ketika dua atau lebih profesi belajar bersama, dari dan
masing masing untuk meningkatkan kerjasama dan kualitas perawatan dan termasuk
di dalamnya pembelajaran saat di perkuliahan dan pembelajaran klinik sebelum
dan setelah kualifikasi, adaptasi dari sudut pandang profesi masing-masing. Interprofessional education
diyakini
penting untuk mengembangkan hubungan pekerjaan baik di antara profesional
berbeda dengan meningkatkan interprofessional sikap dan perilaku yang positif
(Barr, 2002). Hal ini terjadi
ketika beberapa mahasiswa profesi belajar untuk mengefektifkan kolaborasi dan
meningkatkan pelayanan kesehatan. Kegiatan pendidikan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran interaktif antar profesional untuk
mengembangkan praktik kolaboratif antar profesi pendidikan (Freeth, 2002).
Selain itu, Interprofessional education merupakan langkah yang
diperlukan dalam mempersiapkan tenaga kesehatan yang lebih baik dan siap untuk
menghadapi masalah kesehatan. Keberhasilan interprofessional education tergantung
pada interaksi staf dan mahasiswa dengan konsep pembelajaran interprofessional
education dan dicampur sebagai pembelajaran yang dipilih dan proses (Barr,
2002).
Secara spesifik, interprofessional education
dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu kesehatan maupun kasus tertentu yang
terjadi di masyarakat supaya melalui diskusi interprofesional tersebut
ditemukan solusi-solusi yang tepat dan dapat diaplikasikan secara efektif dan
efisien. Penerapan interprofessional
education diharapkan dapat membuka mata masing-masing profesi,
untuk menyadari bahwa dalam proses pelayanan kesehatan, seorang pasien menjadi
sehat bukan karena jasa dari salah satu profesi saja, melainkan merupakan
konstribusi dari tiap profesi yang secara terintegrasi melakukan asuhan
kesehatan (HPEQ Project, 2011).
Pada Intinya Interprofessional
education memiliki tujuan utama untuk mempersiapkan mahasiswa di fakultas
kesehatan atau kedoteran untuk dapat bekerja sama, berkolaborasi satu dengan
lainnya inter-profesi. Kerjasama ini penting dilakukan karena adanya perubahan
paradigma masalah kesehatan menjadi lebih luas dan kompleks. Manfaat IPE dapat
dijelaskan dengan gambar dibawah :
Gambar diatas menjelaskan bagaimana
peranan interprofessional education dalam memberikan manfaat untuk dunia
kesehatan. Interprofesional education menjadi dasar adanya praktek kolaborasi
di dalam praktek tenaga kesehatan. Dengan kata lain bila pemahaman akan interprofessional
education penting sebagai dasar praktek kolaborasi. Mahasiswa yang mampu
memahami pokok penting Interprofesional education tentunya akan dapat
mempraktekan kolaborasi interprofesi dengan baik. Dan akhirnya sebagaimana
gambar diatas, terjadi optimalisasi layanan kesehatan yang akan meningkatkan
status kesehatan masyarakat.
Menurut IPEC (2011), kompetensi utama dalam Interprofesional Collaborative Practice
terdiri dari empat domain yaitu nilai/etik untuk praktik interprofesional, peran dan tanggungjawab, komunikasi
Inter-professional, team dan teamwork.
Berikut
gambar tentang Interprofesional
Collaborative Practice Domains:
Domain Kompetensi 1 :
Nilai/etik untuk praktik
interprofesional
Nilai
dan etik yang berhubungan dengan sistem interprofesional
merupakan hal yang penting, bagian baru dalam membentuk sebuah identitas
profesional. Nilai dan Etik itu berfokus pada pasien dan berorientasi pada
komunitas, tertanam dalam tujuan bersama untuk mendukung kemajuan dalam
pelayanan kesehatan, dan mencerminkan komitmen bersama untuk membuat pelayanan
yang lebih aman, efektif dan efisien. Teamwork memasukkan nilai dengan membawa
serta pasien atau keluarga dan komunitas untuk mendapatkan kesehatan, mencegah
penyakit, dan menyediakan pelayanan yang komprehensif bagi yang sakit.
Hormat-menghormati dan kepercayaan adalah fondasi untuk efektif kerjasama
interprofesional untuk perawatan kolaborasi diantara profesi kesehatan. Pada
saat yang bersamaan, perawatan kolaborasi menghormati perbedaan yang tercermin
dalam keahlian tiap profesi dalam memberikan pelayanan. Beberapa nilai dan
etika yang menjadi tumpuan dalam kolaborasi interprofesional seperti menempatkan
kepentingan pasien dan keluarga ditengah-tengah praktek, menghormati martabat
dan privasi klien sewaktu memperikan pelayanan, bekerja dalam kerjasama dengan
mereka yang menerima perawatan, mereka yang memberikan perawatan dan mereka
yang terlibat didalamnya dan lainnya.
Domain Kompetensi 2 : Peran
dan Tanggungjawab
Belajar
menjadi inter-professional
membutuhkan pemahaman bagaimana peran dan tanggung-jawab masing-masing dalam
pelayanan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada komunitas. Domain ini
secara tidak langsung merupakan fitur penting dalam kerangka kerja kompetensi
interprofesi. Kebutuhan untuk menangani promosi kesehatan dan permasalahan
penyakit dalam konteks ‘complex care’
dan faktor komunitas membuat adanya batasan dari keahlian profesi dan membuat
perlunya kerjasama, koordinasi dan kolaborasi diantara profesi. Bagaimanapun,
koordinasi dan kolaborasi yang efektif terjadi disaat setiap profesi mengetahui
dan menggunakan masing-masing keahlian dan profesi dalam pelayanan yang
terfokus kepada pasien. Contoh kompetensi peran dan tanggung jawab ini
tercermin dalam poin-poin : 1) Memaparkan peran dan tanggung-jawab
masing-masing secara jelas kepada pasien, tim dan petugas lain, 2) memahami
masing-masing batasan dalam pengetahaun, skill dan kemampuan, 3) Berkomunikasi
dengan anggota tim untuk mengkarifikasi masing-masing peran dan tanggung-jawab
dalam melaksanakan bagian pelayanan dan lain sebagainya.
Domain Kompetensi 3 :
Komunikasi Inter-professional
Garis terdepan
profesi kesehatan mengidentifikasi bahwa komunikasi merupakan inti kedua dari
domain kompetensi model interproffesional
ini dan sebagai aspek inti dari praktek
kolaborasi inter-profesi. Mengembangkan kemampuan dasar komunikasi adalah hal
biasa untuk profesi tenaga kesehatan, namun siswa kesehatan seringkali hanya
memiliki sedikit pengetahuan atau pengalaman komunikasi inter-profesi. Lebih
dari satu dekade sebelumnya, AAMC mengatakan bahwa komunikasi dalam kedokteran mengakui pentingnya dapat melakukan
komunikasi yang efektif dengan anggota laiinya dalam tim kesehatan. Kompetensi
komunikasi membantu profesi menyiapkan praktik kolaborasi. Komunikasi sebagai
persiapan sebelum bekerja bersama memulai kolaborasi inter-profesi yang
efektif. Baggs & Schmitt ( 1997) mengatakan bahwa menjadi tersedia dalam
temapt, waktu dan pengetahuan sebagaimana pula mau menerima melalui kepentingan
yang diutarakan, mampu mendengarkan secara aktif, membuka diri dan mempunyai
keinginan untuk berdiskusi adalah elemen yang menunjukkan kesiapan. Beberapa
contoh kompetensi dalam domain ini yaitu : 1) Memilih cara dan teknik
berkomunikasi yang efektif meliputi sistem informasi dan teknologi komunikasi
untuk memfasilitasi diskusi dan interaksi untuk meningkatkan kemampuan tim, 2)
mengatur dan mengkomunikasikan informasi dengan pasien, keluarga dan tim
kesehatan lainnya untuk membentuk pengertian bersama.
Domain Kompetensi 4 : Team
dan Teamwork
Belajar
untuk menjadi interprofesi berarti belajar untuk menjadi anggota tim yang baik.
Kelakuan kerjasama tim dipraktekkan dalam berbagai keadaan dimana profesi
profesi kesehatan berinteraksi dalam keinginan untuk berbagi tujuan bersama
dalam menangani pasien.Kerjasma tim ini termasuk bekerjasama dalam sistem yang
terfokus kepada pasien, mengkoordinasikan pelayanan seseorang dengan profesi
lain sehingga ketidakinginan, jarak dan kesalahan itu dapat dihindari.
Kompetensi yang terdapat dalam domain ini beberapa diantaranya adalah menjelaskan
perkembangan tim, peran dan praktik tim yang efektif, mengaplikasikan praktik
kepemimpinan yang mendukung praktik kolaborasi dan keefektifan tim.
Untuk mencapai kompetensi diatas,
pengembangan kurikulum interprofesional education harus diterapkan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Lee et al In Press telah menyusun dan
mengembangkan kurikulum bagi institusi pendidikan kesehatan yang dapat
digunakan untuk mempersiapkan mahasiswa dalam memasuki pendidikan profesi di
pelayanan kesehatan yaitu Four
Dimensional Curriculum Development Framework. Kurikulum dirancang dalam
empat dimensi, yaitu : dimensi pertama identifying
future healthcare practice needs, dimensi kedua defining and understanding capabilities, dimensi ketiga teaching, learning & assessment dan
dimensi keempat yaitu supporting
institutional delivery.
Berikut digambarkan Four
Dimensional Curriculum Development Framework.
Berdasarkan pada gambar diatas, dapat dijelaskan :
Dimensi 1 : Identifying future healthcare practice needs
Pada tahap ini menjelaskan tentang perlunya dilakukan tracer study kepada pihak lahan /
pelayanan kesehatan terkait dengan apa kebutuhan pelayanan kesehatan saat ini.
Tentunya ini akan menjadikan dasar perumusan pengembangan pengetahuan,
kompetensi dan skill mahasiswa yang akan dirancang didalam kurikulum institusi.
Sehingga harapannya pembelajaran yang diterapkan di dalam institusi pendidikan
ini sudah sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam pelayanan kesehatan
Dimensi 2 : Defining and understanding capabilities
Pada tahap ini dijelaskan tentang pengetahuan, kompetensi dan
skill yang harus tercapai oleh mahasiswa selama mereka menduduki pendidikan
akademik. Kompetensi
utama dalam Interprofesional Collaborative
Practice yang terdiri dari empat domain yaitu nilai/etik untuk praktik interprofesional, peran dan tanggungjawab,
komunikasi Inter-professional, team dan
teamwork juga patut untuk dirumuskan dalam rangka mencapai interprofesional education.
Dengan adanya pengetahuan, kompetensi dan skill yang sudah disusun
sesuai dengan standart dalam rangka mencapai interprofesional
education, maka hal ini akan menjadikan dasar pembentukan dan persiapan bagi mahasiswa untuk melakukan
praktek profesi dilayanan kesehatan secara maksimal dan sebagai persiapan untuk
menjadi tenaga kesehatan professional.
Dimensi 3 : Teaching, learning & assessment
Tahap ini merupakan dasar penyusunan dan menentukan bagaimana
metode pembelajaran yang tepat dilakukan berdasarkan kurikulum yang telah
disusun berdasarkan dimensi 1 dan dimensi 2
Dimensi 4 : Supporting institutional delivery
Tahapan ini menjelaskan tentang pemenuhan hal-hal yang diperlukan
dalam rangka mencapai kurikulum dan metode pembelajaran yang telah dirumuskan,
baik dari segi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, administrsi maupun
kebutuhan lainnya
2.2 Tujuan
Merumuskan dan mengembangkan kurikulum interprofesional
education
2.3 Sumber Daya
Penyusunan, perumusan dan pengembangan kurikulum interprofesional
education
ini melibatkan :
- Institusi
pendidikan : dosen, mahasiswa
- Stakeholder
terkait yaitu institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dll)
: manajemen dan pembimbing lahan
- Organisasi
profesi
2.4 Rencana
Strategi dan Aktivitas
No
|
Rencana
Strategi
|
Aktivitas
|
1
|
Identifying future
healthcare practice needs
|
1.
Survey tracer study ke
pelayanan kesehatan
2.
Identifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan
|
2
|
Defining and
understanding capabilities
|
1.
Lokakarya perumusan kurikulum bersama stakeholder terkait dan
organisasi profesi
2.
Penyusunan kurikulum didasarkan pada hasil yang ditemukan dalam
strategi 1
3.
Penyusunan kurikulum didasarkan pada empat domain kompetensi
|
3
|
Teaching, learning &
assessment
|
1.
Menentukan metode pembelajaran yang tepat digunakan untuk
menjalankan kurikulum yang sudah ditetapkan dalam startegi 2
2.
Metode pembelajaran berfokus pada interprofesional education
|
4
|
Supporting institutional
delivery
|
1.
Penyediaan sumber daya manusia
2.
Penyediaan sarana dan prasarana
3.
Penyediaan fasilitas pendukung
4.
Penyediaan administrasi
|
2.5 Metode
Evaluasi Program
Metode evaluasi program dilakukan melalui :
1.
Evaluasi pembelajaran mahasiswa
2.
Umpan balik dari stakeholder terkait / pembimbing lahan terkait
pemenuhan pengetahuan, kompetensi dan skill yang telah dicapai oleh mahasiswa
dalam menerapkan interprofesional
education
Azwar, A.
(1994). Program menjaga mutu pelayanan kesehatan. Jakarta: Yayasan
Penerbit IDI.
Barwell J et al (2013) How interprofessional learning improves care. Nursing Times;
109: 21, 14-16.
DIKTI, 2006. Standart pedoman pendidikan profesi. dikti.go.id
Hall, P. (2005). Interprofessional teamwork:
Professional cultures as barriers. Journal of Interprofessional Care
Suplement 1: 188-196.
HPEQ-Project. (2011). Mahasiswa kesehatan
harus tahu!: Berpartisipasi dan berkolaborasi dalam sistem pendidikan tinggi
ilmu kesehatan. Jakarta: Dikti-Kemendikbud.
HPEQ-Project. (2012). Apa kata mahasiswa?:
Hasil kajian partisipasi & kolaborasi mahasiswa kesehatan di Indonesia. Jakarta:
Dikti-Kemendikbud.
Keith, K.M. & Askin, D. F. (2008). Effective
collaboration: The key to better healthcare. Canadian Journal of Nursing
Leadership (CJNL), 21 (2): 51- 61.
Lee, A., Steketee, C., Rogers, G. & Moran,M.In
press. Towards a theoretical framework
for curriculum development for health professional education. Focus on Health Professional Education : A
Multy-disciplinary Journal
Newman D M : A community nursing center for the health
promotion of senior citizens based on the Neuman systems model , N urs Educ
Perspect 26 ( 4 ) : 221 – 223 , 2005 .
PPNI,
2010. Pendidikan Keperawatan. PPNI : Jakarta http://www.inna-ppni.or.id/index.php/keperawatan-di-indonesia/pendidikan-keperawatan
Royal College
of Nursing. (2006). The impact and effectiveness of interprofessional
education in primary care : An RCN literature review. London: RCN.
Thistlethwaite,
J. & Monica M., (2010). Learning outcomes for interprofessional education
(IPE): Literature review and synthesis. Journal of Interprofessional
Care, September 2010, 24(5): 503-513.
USU, 2013. Program Studi Ners. USU :
Sumut http://fkep.usu.ac.id/program-studi/pendidikan-profesi-ners.html
WHO,
2010. Framework for Action on Interprofessional Education
& Collaborative Practice. CH-1211 Geneva 27, Switzerland.
0 comments:
Post a Comment