Friday, November 3, 2017

Analisa Pendidikan Kesehatan ditinjau dari 3 jenis persoalan utama filsafat



Pendidikan yang terjebak dalam semangat komersialisme


Saat  ini, Dunia Pendidikan sepertinya tidak hanya berfokus pada bagaimana caranya mendidik siswa/mahasiswa menjadi insan ilmu yang memenuhi kebutuhan jaman. Sebagian perhatian Dunia Pendidikan saat ini terfokus pada aspek pemasukan atau penerimaan keuangan. Bisnis, begitulah mungkin istilahnya dewasa ini. Berbagai Institusi pendidikan tinggi dengan gencarnya didirikan dan menarik perhatian calon mahasiswa untuk masuk, walau tidak ada jaminan akan kualitas yang diberikan.  Institusi pendidikan saat ini mungkin sudah menambah  fungsi  Tri Dharma Perguruan tingginya dengan fungsi baru yaitu untuk mencari keuntungan bagi pemilik atau yayasannya.

Image result for kesenjangan pendidikan

Pendidikan kita saat ini menjadi sebuah ranah komersialisasi dimana siapa yang berduit akan mendapatkan fasilitas pendidikan yang berkualitas sedangkan yang miskin tidak akan bisa mendapat pendidikan yang di inginkannya. Padahal disebutkan secara jelas  dalam pembukaan UUD 1945 bahwa pembangunan, pendidikan “untuk mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan sebuah kalimat yang tidak mendiskrimanasi si kaya dan si miskin dalam mendapatkan kualitas pendidikan. Namun, sayangnya dilapangan jauh berbeda untuk masuk sekolah yang mutunya bagus harus membayar mahal dan untuk dapat masuk kuliah harus membayar uang pembangunan yang mahal.


Berbagai Perguruan tinggi atau Sekolah tinggi kesehatan (Stikes) didirikan dimana-mana. Mulai dari skala kecil yang menempati kompleks ruko sebagai tempat administrasi sekaligus tempat melaksanakan kuliah, hingga skala besar dengan membangun gedung-gedung baru dilahan kosong. Jenjangnya pun beragam. Mulai dari SMK Kesehatan, D-1 sampai D-3 hingga pendidikan S1 dan Profesi. Berbagai spanduk dan Iklan disebar baik di media cetak atau televisi.  Semua pihak memperebutkan ‘kue’ yang sama, jumlah calon mahasiswa yang sangat besar.
Hanya saja sangat disayangkan fenomena  ini tidak semata dilandasi dengan semangat untuk mencerdaskan bangsa dan memenuhi kebutuhan dunia akan insan pekerja yang lebih terdidik, tapi juga semangat ‘komersialisme’ yang melihat celah dari adanya kebutuhan ini. Bermodal ijin yang didapatkan, mereka berani membuka banyak kelas walau sarana-prasarana belum mencukupi. Jangankan untuk masalah gedung yang mungkin masih sewa atau kontrak di kompleks pertokoan, tenaga pengajar sendiri yang merupakan inti utama proses pendidikan terkadang masih berlabel ‘seadanya’. Mendatangkan dosen atau tenaga pengajar dari Institusi yang lebih mapan menjadi solusi ‘elegan’ supaya sekolah tinggi yang baru berdiri ini sudah mempunyai tenaga pendidik yang berkualitas. Sedangkan tenaga pendidik tetap disana seringkali hanyalah lulusan baru atau ‘fresh graduated’ yang belum memiliki skill yang cukup mumpuni. Hal ini mencerminkan adanya keinginan lain yang dituju pengelola/pemilik, yaitu untuk mendapatkan keuntungan semata.
Pada akhirnya mahasiswalah yang merasakan akibatnya. Selama perkuliahan mahasiswa tidak mendapatkan fasilitas dan kualitas perkuliahan yang standart. Ruang kelas yang sedanya hanya dengan bangku dan meja serta lcd terkadang harus bergantian dengan adanya kepentingan lain. Apalagi alat-alat laboratorium yang masih sangat terbatas dan kadang hanya boleh ‘ditonton’ mahasiswanya. Mahasiswa baru tentu saja tidak dapat mengetahui seratus persen kondisi institusi  pendidikan yang mereka tuju hanya dari brosur atau informasi pihak luar. Berbagai  kondisi ini menempatkan mahasiswa menjadi korban dari sistem komersialisasi pendidikan yang terjadi saat ini.
Tidak dapat dipungkiri terjadi perubahan arah atau arus dunia pendidikan ke arah yang lebih mengedepankan aspek ’komersil’ daripada semangat untuk mencerdaskan bangsa.  Tidak hanya bagi Sekolah tinggi baik skala kecil atau besar, tapi juga institusi Pergurun tinggi dengan berbagai ragam sistem penerimaan mahasiswanya.

Pendidikan
Pendidikan (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Arumi, 2011) : proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan (Poerbakawatja & Harahap dalam Arumi, 2011): Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan sebagai kemampuan untuk bertangung jawab terhadap segala perbuatannya.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU Pendidikan Tinggi, 2012).
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan dan mendewasakan melalui cara pengajaran dan pelatihan untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.




Institusi Pendidikan Tinggi


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010
Tentang
Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan

Pasal I : Ketentuan Umum
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.


Pasal 3. Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin:
a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau;
b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan
c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan.

Pasal 19. Pemerintah provinsi mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17


Tri Dharma Perguruan Tinggi.
UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Pasal 1 Bab 1 : Ketentuan Umum
9. Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
10. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
11. Pengabdian kepada Masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.


Menelaah Fenomena’ Komersialisasi Pendidikan’ dengan Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah atau berarti.  Dengan demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (menjadi kata sifat) bisa berarti teman kebijaksanaan (kata benda) atau induk dari segala ilmu pengetahuan (Tim Dosen UGM, 2010).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).

3 jenis persoalan utama filsafat yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan dan persoalan tentang nilai (Tim Dosen UGM, 2010).

  1. Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi.
Persoalan keberadaan dapat ditinjau dari beberapa segi pandang yaitu segi jumlah, kualitas, dan dari segi proses.
Fenomena ini dapat dianalisa dari segi pandang proses. Aliran yang membahasnya adalah :
1.    Aliran Mekanisme. Aliran ini menyatakan bahwa semua gejala (peristiwa) dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik. Aliran ini menjelaskan bahwa semua peristiwa dapat diterangkan berdasar sebab kerja (effect cause) yang dilawankan dengan sebab tujuan (final causes)  atau kaidah sebab-akibat (Tim Dosen UGM, 2010)..
Adanya fenomena komersialisasi pendidikan tidak lepas dari adanya sebab yang mendasari dan akibat yang terjadi. Sebab pengawasan yang lemah dari DIKTI atau Kemdiknas terhadap mutu penyelanggaraan pendidikan tinggi. Sebab mudahnya mendapat ijin menyelenggarakan pendidikan tinggi terutama bagi mereka yang memiliki ‘koneksi’. Sebab mudahnya permainan-permainan dalam dunia pendidikan tinggi seperti pinjam meminjam alat saat adanya inspeksi dan sebagainya. Sebab kurangnya ‘controlling’ dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.  Semua sebab ini mengakibatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan tidak terawasi sehingga tidak sesuai standart yang ada.
Sebab akibat yang lain adalah mengenai ‘demand and supply’. Adanya kebutuhan yang tinggi terhadap tenaga kesehatan di Indonesia. Hal ini dikuatkan dengan penerimaan CPNS tenaga kesehatan yang selalu mendapat porsi terbesar. Kebutuhan akan tenaga kesehatan yang besar ini tidak diimbangi kemampuan institusi pendidkan tinggi saat itu untuk menghasilkan tenaga kesehatan. Akibatnya ada kekurangan ‘suply’ tenaga kesehatan, sehingga perlu dibuka institusi pendidikan tinggi kesehatan
2.    Aliran Teleologi : Aliran ini berpendirian bahwa yang terjadi di alam adalah karena adanya suatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke sebuah tujuan (Tim Dosen UGM, 2010)..
Adanya fenomena ini karena memang ada sebagian orang/oknum yang memiliki kewenangan  atau keinginan tertentu. Mereka ingin mendapatkan keuntungan dari tingginya keinginan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. Dan mereka memiliki kekuatan untuk mendirikan institusi pendidikan tinggi seperti Stikes.  Sebagai pimpinan, merekalah yang paling berkuasa untuk membuat keputusan. Keputusan mengenai jumlah staff administrasi dan pengajar, keputusan/kebijakan mengenai sarana dan prasarana. Kebijakan penerimaan mahasiswa baru dan jumlah kelas, serta lainnya. Institusi pendidkan memang mereka arahkan sebagai jalan/alat untuk menghasilkan uang bagi diri mereka, dan bukan untuk mencerdaskan masyarakat.

  1. Persoalan tentang Pengetahuan
Persoalan pengetahuan tentang fenomena ini dapat dijelaskan oleh aliran-aliran berikut :
Persoalan tentang Sumber Pengetahuan
1.    Rasionalisme : berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal. Akal memperoleh bahan lewat indera untuk kemudian diolah oleh akal menjadi pengetahuan (Tim Dosen UGM, 2010)..
Adanya pengetahuan tentang cara ‘komersialisasi pendidikan’ ini didasari oleh penalaran/akal pelaku. Pelaku berpikir bahwa ada kebutuhan dan keinginan yang tinggi akan tenaga kesehatan sementara institusi pendidikan yang ada belum mencukupi. Informasi ini diolah oleh pelaku dan menghasilkan pemikiran akan adanya kesempatan/peluang untuk berbuat ‘sesuatu’ dalam rangka mengambil kesempatan yang ada. Akhirnya keluarlah gagasan untuk mendirikan Stikes atau sekolah tinggi lainnya untuk mendapatkan keuntungan, tanpa adanya keinginan mendalam untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas.
            Persoalan tentang Hakikat Pengetahuan
1.    Idealisme : berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau psikologis yang sifatnya subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang kenyataan (Tim Dosen UGM, 2010)..
Dari sini dapat diketahui bahwa individu dapat mempengaruhi pengetahuan. Bahwa pengetahuan bersifat subjektif. Orang yang memiliki pendirian ‘bisnis’ akan selalu melihat peluang dari kenyataan yang ada. Pengetahuan tentang ‘komersialisasi pendidikan’ ini ada didasari adanya jiwa bisnis dalam individu tersebut. Diamanapun dia berada, semuanya dapat dijadikan bisnis asalkan ada peluang. Tak terkecuali wilayah pendidikan keperawatan ini.

  1. Persoalan Tentang nilai
Persoalan tentang Nilai-nilai atau etika dari fenomena ini dapat diterangkan melalui aliran berikut ini.
1.    Deontologisme Etis. Berpendirian bahwa suatu tindakan dianggap baik tanpa disangkutkan dengan nilai kebaikan sesuatu hal. Suatu perbuatan dikatakan wajib secara moral tanpa harus memperhatikan akibat-akibatnya. Aliran ini berlawanan dengan aliran Etika teleologis yang menyatakan bahwa kebaikan atau kebenaran suatu tindakan sepenuhnya bergantung pada suatu tujuan atau suatu hasil (Tim Dosen UGM, 2010)..
Dari sini dapat dipelajari bahwa kegiatan ‘komersialisasi pendidikan’ ini akan dianggap baik oleh pelaku bila menghasilkan sesuatu yaitu keuntungan. Mereka tidak perlu memikirkan akibat-akibat yang terjadi seperti rendahnya kualitas pendidikan yang dihasilkan. Tindakan komersialisasi ini tidak perlu dikaitkan dengan nilai-nilai kebaikan dalam aliran ini. Seperti nilai untuk mencerdaskan masyarakat, atau membawa kemajuan untuk bangsa.
2.    Hedonisme. Aliran ini menganjurkan manusia mencapai kebahagiaan yang didasarkan pada kenikmatan dan kesenangan (pleasure). Bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan akhir manusia (Tim Dosen UGM, 2010)..
Dari aliran ini dapat dijelaskan tujuan ‘komersialisasi pendidikan’ adalah jalan untuk menghasilkan keuntungan atau uang. Uang tidak lain adalah alat untuk dapat membeli kenikmatan duniawi. Bersenang-senang, berlibur, belanja dan lain hal adalah cara mencapai kebahagiaan menurut aliran ini. Dorongan inilah yang menjadikan individu untuk mencari peluang dari kenyataan yang ada. Karena ingin membeli kenikmatan duniawi, pelaku membiarkan kualitas pendidikan tidak standart yang penting dapat mengambil keuntungan dan bersenang-senang.





Daftar Pustaka

Arumi, 2011. Psikologi Pendidikan. UNY. Yogyakarta.
Tim Dosen UGM, 2010.  Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

1 comments:

pembaca said...

makasih min

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes