Saturday, October 29, 2016

ETHICAL CONSIDERTION IN GERIATRIC TRAUMA: BAGAIMANA SEHARUSNYA LANSIA DITANGANI



Hal-hal apa sajakah yang perlu perawat perhatikan pada penanganan pasien lansia dengan trauma?
Ketika seseorang mempertahankan kondisi waspada dalam menghadapi adanya peningkatan kebutuhan fisiologis, tubuh mampu mempertahankan kondisi fungsi yang bagus. Sedangkan ketidakseimbangan dalam sistem, akan menurunkan daya kompensasi tubuh. Penurunan fungsi pada lansia menyebabkan penurunan serius dalam performa untuk menangani stress dan lebih mudah terkena sakit. Karena menurunnya fungsi pada lansia, lansia kurang mampu untuk mempertahankan homeostatis untuk menghadapi cidera fisik. (Frankenfield D, 2000).
Pasien lansia yang mengalami trauma tidak dapat bertahan sebaik pada orang muda. Seringkali, penatalaksanaan yang agresif kurang begitu diaplikasikan untuk pasien lansia. Konsekuensinya, pasien lansia yang mengalami trauma kurang bisa untuk mempertahankan perfusi yang cukup pada organ vital. Setelah cidera, pasien lansia lebih cenderung untuk datang pada layanan gawat darurat dengan kondisi syok hipotensi dan hipotermi. Hal ini berkontribusi pada tingginya presentasi dari pasien trauma lansia yang masuk dalam statistik tingkat kematian awal setelah trauma. Hal ini berpengaruh pada kematian berhubungan adanya infeksi dan disfungsi organ yang luas (McKinley, 2000). 
Kematian juga dapat terjadi karena menurunnya kemampuan tubuh untuk mempertahakan kondisi fisiologisnya karena proses penuaan, dengan insiden yang tinggi adanya masalah kesehatan sebelum trauma terjadi sehingga membuat diagnosis yang akurat sulit untuk dicapai pada pasien lansia (Thompson, 1996).  Sebuah penelitian melaporkan bahwa masalah geriatrik membutuhkan pemikiran spesial pada tahap awal, sebagaimana satu dari tiga pasien yang nampak stabil pada ruang resusitasi dengan tekanan darah normal tapi ternyata meninggal 24 jam kemudian karena serangan jantung. Usia yang berhubungan dengan ketidakcukupan cardiac output, yang menjadi penyebab hipoperfusi, sulit diidektifikasi bersama kebutuhan metabolik dan adanya periphal vascular resistance. Beberapa penelitian mengatakan lebih mudah untuk ‘usaha yang tidak cukup untuk mengkompensasi’ ketika terjadi syok pada lansia, yang mengarah pada ketidakcukupan oksigen dan kemudian menciptakan ‘oksigen debt’. Sehingga konsekuensinya adalah semakin tingginya angka kematian (Safih MS, 1999). Faktor fisiologis dari penuaan menghambat kemampuan lansia untuk dapat berespon secara sempurna terhadap stress fisik yang dihadapi.Fisiologis lansia tidak dapat mentoleransi tambahan beban yang terjadi karena stress dari cidera atau disebabkan oleh penyakit kritis, karena sebagian besar kapasitas fungsi tubuh mereka berkurang.
Baru baru ini, dua penelitian melaporkan bahwa tingginya angka kematian kasus lansia memiliki insiden tinggi dari jantung dan komplikasi sepsis dan komplikasi respirasi pada lansia dengan trauma, ketika dibandingkan antara yang dapat bertahan dan meninggal (Shabot MM, 1995). Terdapat beberapa penemuan yang mengidentifikasi jantung, sebagai prediktor bebas dari kurangnya hasil yang baik pada lansia dengan trauma. Dalam penelitian dengan 456 pasien trauma usia lebih dari 65 tahun, Smith dkk melaporkan 5,4% tingkat kematian pada pasien tanpa komplikasi, 8,6% pada mereka dengan satu komplikasi, dan 30% pada lansia dengan lebih dari satu komplikasi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebenarnya penting untuk menurunkan komplikasi yang berkontribusi pada 32% semua kematian. Diantaranya komplikasi akibat masalah multiple organ failure mencapai 62% kematian pada lansia.

Prinsip etik yang perlu dipertimbangkan saat menangani pasien Lansia dengan Trauma
Keagresian saat membuat keputusan tentang operasi cepat pada lansia diketahui telah dapat menurunkan tingkat kematian sampai 10%. Terdapat beberapa keadaan dimana memang dibutuhkan untuk melakukan penanganan secara segera untuk pasien lansia dengan trauma walau mungkin karena keadaan keluarga yang ragu ragu sehingga menunda penanganan. Banyak dari mereka yang hanya memilih penanganan untuk menunjang kehidupan saja dengan alasan usia yang sudah tua. Isu etik tentang bagaimana seharusnya pasien lansia dirawat adalah sebuah tantangan bagi tenaga kesehatan dalam dua hal yaitu sumber daya dan pembiayaan. hasil akhir dari lansia dengan trauma dapat dimaksimalkan dengan pendekatan yang agresif, daripada sesuatu yang diperkirakan. Terdapat hasil yang baik dari adanya diagnosis awal dan keputusan segera, yang mana tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk mendiagnosa dan mengatasi injury pada pasien lansia dengan cepat (Demetriades, 2002).
Kelangsungan hidup pasien terlihat meningkat pada awal (satu sampai dua jam pertama) keagresifan dan monitor invasif. Usia yang semakin tua tidak seharusnya menjadi alasan untuk meniadakan kesempatan operasi pada luka yang terjadi. Banyak artikel yang menyatakan bahwa pasien lansia memiliki tingkat kematian yang sama tinggi baik dengan penanganan operasi ataupun non-operasi pada managemen splenic injury (Harbrecth, 2001). Albretch dkk melaporkan kegagalan tinggi sebanyak 33% pada pasien lansia dengan penanganan non-operatif, tapi sebenarnya memiliki tingkat tinggi dari adanya splenic injury dan cairan bebas intraperitoneal. Ini adalah alasan potensial mengapa pasien lansia memiliki tingkat kematian tinggi. Ini mungkin dikarenakan adanya kerapuhan dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap trauma (Tsugawa, 2002).

Prinsip Etik yang berkaitan pada Pasien Lansia dengan Trauma

Non-malefisiensi / Tidak Membahayakan
Selama satu tahun meningkat dari umur 65 tahun, kesempatan meninggal pada pasien lansia dengan trauma meningkat 7%/tahun. Lebih lanjut, angka kematian ini dihubungkan dengan pentingnya operasi segera yang lebih memiliki resiko  hingga 3 kali lebih besar daripada bila dilakukan kepada orang muda. Hal ini terjadi karena meingkatnya kerapuhan tubuh lansia dalam menghadapi stress dari luar, dan membutuhkan adanya skoring tentang kerapuhan. Dengan adanya skoring ini, petugas kesehatan dapat lebih memprognosikan apakah operasi darurat yang akan dilakukan lebih memiliki manfaat atau sebaliknya. Terdapat hubungan antara tingkat ketahanan hidup dengan usia, dan hasil akhir secara luas pada pasien juga harus diingat saat pasien mencari pertolongan (Makary, 2010).

Beneficience
Seseorang dapat berargumen dalam seting cidera karena trauma, keinginan dari anggota tim adalah untuk melakukan hal yang baik bagi pasien. Pada praktek, kenyataannya semua penanganan memiliki resikonya sendiri, dan petugas kesehatan harus dapat mengetahui resiko ini disamping keinginan untuk menolong pasien. Seringkali terdapat konflik antara beneficence dengan non-maleficence, dimana penanganan operasi dapat menghasilkan keduanya sekaligus pada satu pasien. Hal ini kemudian menyarankan agar petugas terus meningkatkan kemampuan, mempertahankan konsep keilmuan yang cukup, dan mempertimbangkan keadaan dari semua individu. Sehingga menjadi penting untuk mengerti tantangan spesiik dalam merawat pasien lansia yang mengalami trauma (Anastasia, Anne, 2014).

Autonomy
Konsep dari autonomi berakar kepada hak individu untuk memilih keputusan berkaitan dengan hal pribadi pada pasien untuk membuat keputusan yang terinformasi secara penuh. Dia harus memahami semua resiko dan manaat dari prosedur dan kemungkinan suksesnya. Hal ini membutuhkan informasi yang memadai selama proses informed consent. Pasien mungkin memilih diantara beberapa penanganan atau malah menolaknya, bahkan bila penanganan ini direkomendasikan untuk menyelamatkan nyawa. Kemampuan determinasi diri pada populasi lansia mungkin menjadi tantangan sendiri. Seringkali dengan menuanya seseirang, pasien memiliki penurunan kemampuan untuk memutuskan sesuatu. Pasien bagaimanapun diperbolehkan untuk menentukan keputusan penanganan kesehatan mereka dengan mengikuti keinginan hidup atau masukan dari keluarga. Tenaga kesehatan seharusnya bisa menjaga keinginan pasien bahkan ketika pasien sendiri tidak dapat membuat keputusan tersebut.

Justice
Prinsip etik ke-empat yaitu keadailan, memokuskan kepada pendistribusian dari sumber daya dan organisasi lain secara merata. Pasien lansia adalah salah satu populasi yang rentan. Dari phatofisiologi penuaan, pasien lansia memiliki penurunan penglihatan dan pendengaran dan lainnya yang berkontribusi pada meningkatnya resiko trauma. Prinsip etik dari keadilan menuntut kita untuk dapat melindungi populasi yang rentan ini. Keadilan mengamanatkan bahwa beban dan manfaat dari treatment, bahkan untuk yang baru eksperimen untuk dapat didistribusikan secara sama setiap grup termasuk usia. Kita harus berhati-hati untuk tidak membuat keputusan yang mengarah ke diskriminasi pada pasien lansia dengan trauma dengan hanya memperhitungkan faktor usia saja. Petugas kesehatan dapat menggunakan pengukuran status fungsi dan atau kelemahan seobyektif mungkin dari luka yang didapatkan pasien dan kemungkinan hasil yang didapat setelah operasi. Penyedia layanan kesehatan harus memperhatikan empat aspek ini ketika mengevaluasi keadilan yaitu : sumber daya yang terbatas, kebutuhab\n yang berkompetisi, hak dan kewajiban serta konflik potensial yang mungkin terjadi (Holmes, 2010).

Decicion Making Capacity
Tantangan lain dalam menghadapi pasien lansia adalah dalam hal apakah pasien memiliki kemampuan un tuk mengambil keputusan. Ketika autonomy dihargai, dan ini tentu saja lebih disukai untuk mendapatlan informed consent dari pasien secara alngsung, pasien harus memiliki cukup pengetahuan untuk mengambil keputusan tersebut. Penilain klinis tentang pengambilan keputusan adalah bagian dari praktek kesehatan sehari-hari. Seorang pasien yang tidak sadar tentu saja tidak dapat membuat keputusan tersebut termasuk juga mereka yang dalam keadaan delirious atau mengalami dementia.Lebih lanjut, kemampuan untuk mengambil keputusan akan berbeda dan bervariasi tergantung keadaan medis seperti juga lansia. Keputusan formal dalam hal ini akan berada di bawah pengadilan (Murphy, 2012).

Do Not Resusitate
Pasien sebagai pengambil keputusan mempunyai hak untuk menolak tindakan penyelamatan nyawa berdasarkan prinsip dari autonomy. Ini juga termasuk cardiopulmonary resuscitation (CPR). Sebuah kebijakan DNR, untuk menahan CPR termasuk didalamna managemen airway, intubasi, dan intervensi farmakologis untuk menstimulasi jantung, kompresi jantung dan bahkan defibrilator. Berdaarkan data, diletahui (termasuk lansia) bahwa ¾ pasien percaya akan selamat dalam CPR. Hal yang tidak menguntungkan adalah secara realtias kurang dari 20% pasien bertahan hidup setelah CPR dan 10-44% dari paisen tersebut bertahan hidup dengan kerusakan neurologis. Di amerika terdapat peraturan disebut sebagai The Patient Self-Determination Act of 1990 yang mengijinkan pasien untuk menolak penanganan medis bahkan jika itu akan berakibat kematian, dan DNR mungkin adalah bagian dari arahan lebih lanjut mereka. Jika seorang pasien menjadi tidak dapat menentukan arahan dalam kesehatan mereka sendiri, dokter dapat menjadikan perintah DNR tetap diadakan untuk menghormati keinginan sebelumnya. Karena sebenarnya prosedur CPR tidak dibuat khusus untuk kematian yang telah diramalkan dari sebuah penyakit kronik. Seorang tenaga kesehatan tidak memiliki kewajiban untuk melakukan CPR jika prosedur tersebut terdapat kontraindikasi seperti DNR (diem, 1996).

Kesimpulan
Trauma pada populasi lansia sering terjadi dan dihubungkan dengan tingkat kematian yang tinggi, tidak hanya berhubungan dengan faktor mekanisme cidera, tapi juga komplikasi populasi seperti usia, menurunnya kemampuan fisik, meremehkan keparahan akibat cidera, ‘preexisting comordity’, dan ketidakcukupan kemampuan tubuh untuk kompensasi. 
Penurunan fungsi pada lansia menyebabkan penurunan serius dalam performa untuk menangani stress dan lebih mudah terkena sakit. Karena menurunnya fungsi pada lansia, lansia kurang mampu untuk mempertahankan homeostatis untuk menghadapi cidera fisik. (Frankenfield D, 2000).

Datar pustaka

Anastasia, Anne C, 2014. Ethics in Geriatric Trauma.  Division of Trauma, Department of Surgery , Rutgers – New Jersey Medical School , 150 Bergen Street Room M-229 , Newark , NJ 07101 , USA
Buemi M, Nostro L, Aloisi C, et al. Kidney aging: from phenotype to genetics. Rejuvenation Res 2005;8:101–9.
Barton RN, Horan MA, Clague JE, et al. The effect of aging on the metabolic clearance rate and distribution of cortisol in man. Arch Gerontol Geriatr 1999;29:95–105.
Chang dkk, 2010. TRAUMA MORTALITY FACTORS IN THE ELDERLY POPULATION
Crit Care Nurs Clin North Am 1996;8:7–16.
Deartemen Kesehatan RI, 1992 . Pedoman pelayanan kesehatan Jiwa Usia Lanjut. Cetakan kedua. Jakarta : Depkes Ditjen Pelayanan medik
Darmojo, RB.1999. Buku Ajar Geriatrik Ilmu kesehatan Usia Lanjut. Jakarta ; Balai Penerbit FK-UI
Demetriades D, Karaiskakis M, Velmahos G, Alo K, Newton E, Murray J, et al. Effect on outcome of early intensive management of geriatric trauma patients. Br J Surg 2002; 89: 1319–22.
Diem SJ, Lantos JD, Tulsky JA. Cardiopulmonary resuscitation on television; miracles and misinformation. N Engl J Med. 1996;334: 1578–82.
Frankenfield D, Cooney RN, Smith JS, et al. Age-related differences in the metabolic response to injury. J Trauma 2000;48:49–56Hawari , Mandang . 2000. Pendekatan holistik pada gangguan jiwa , Jakarta ; FKUI
Harbrecht BG, Peitzman AB, Rivera L, Heil B, Croce M, Morris JA Jr, et al. Contribution of age and gender to outcome of blunt splenic injury in adults: multicenter study of the Eastern Association for the Surgery of Trauma. J Trauma 2001; 51: 887–95.
Hardywinoto. 1999 . Panduan Gerontologi Tinjauan dari berbagai ASPEC Jakarta : PT. Gramedia.
Holmes HM. Quality of life and ethical concerns in the elderly thoracic surgery patient. Thorac Surg Clin. 2009;19(3):401–7.
Janssens JP. Aging of the respiratory system: impact on pulmonary function tests and adaptation to exertion. Clin Chest Med 2005;26:469–84.
Makary MA, Segev DL, Pronovost PJ, Syin D, Bandeen-Roche K, Patel P, et al. Frailty as a predictor of surgical outcomes in older patients. J Am Coll Surg. 2010;210(6):901–8.
McKinley BA, Marvin RG, Cocanour CS, et al. Blunt trauma resuscitation: the old can respond. Arch Surg 2000;135:688–93.
Murphy T. Ethics in Clerkships; Surrogate Decision Making. University of Illinois at Chicago College of Medicine. [cited 27 Dec 2012]. Available from: http://www.uic.edu/depts/mcam/ethics/surrogate.htm .
Thompson LF. Failure to wean: exploring the influence of age-related pulmonary changes.
Safih MS, Norton R, Rogers I, Gardener JP, Judson JA. Elderly trauma patients admitted to the intensive care unit are different from the younger population. NZ Med J 1999; 112: 402–4.
Shabot MM, Johnson CL. Outcome from critical care in the “oldest old” trauma patients. J Trauma 1995; 39: 254–9.
Tsugawa K, Koyanagi N, Hashizume M, Ayukawa K, Wada H, Tomikawai M, et al. New insight for management of blunt splenic trauma: significant differences between young and elderly. Hepatogastroenterology 2002; 49: 1144–9.
Williams JM, Evans TC. Acute pulmonary disease in the aged. Clin Geriatr Med 1993;9: 527–45.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes