Wednesday, March 11, 2020

TRIAGE




Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).

Image result for hospital triage

Tugas untuk Mahasiswa :

Absensi 1-5 : Tuliskan apa tujuan dan fungsi Triage

Absenisi 6-10 : Berikan argumentasi apakah Triage sudah dilaksanakan di Indonesia baik di puskemas ataupun di UGD RS.

Absensi 11-20 : Per-mahasiswa berikan satu contoh sistem Triage yang ada di dunia, tidak boleh sama. Tuliskan kelebihan sistem triage tersebut

Absensi 21-25 :  Sistem Triage apa yang sebaiknya diterapkan di Indonesia? sertakan alasan.

Absensi 25 keatas : Terjadi sebuah kecelakaan, terdapat dua korban. Korban pertama : sadar, terdapat fraktur pada kaki kanan, tidak ada jejas luka pada bagian kepala, korban merintih kesakitan. Korban kedua : tidak sadarkan diri, terdapat jejas dan luka pada bagian abdomen, jejas pada lengan kanan. Korban manakah yang lebih prioritas untuk dibawa ambulan? sertakan alasannya.


31 comments:

Ari Widhiatmoko said...

Ari Widhiatmoko / 1920067
S1 alih jalur

Tujuan triase :
adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa, skrining dan identifikasi pasien serta melayani pasien berdasarkan status kegawatdaruratan nya, bukan berdasarkan urutan kedatangan pasien.

Fungsi triase:
1. Menilai tanda-tanda vital dan kondisi dari korban.
2. menetukan kebutuhan media perawatan/penanganan korban.
3. menilai kemungkinan keselamatan terhadap korban.
4. menentukan prioritas penanganan korban.
5. memberikan pasien label warna sesuai dengan skala prioritas.

lucky said...

LUCKY ARYO WICAKSONO (1920075)

Emergency Severity Index (ESI) dikembangkan sejak akhir tahun sembilan puluhan di Amerika Serikat. Sistem ESI bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien (1,3,4). ESI tidak secara spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.

Menarik untuk membahas ESI dalam konteks IGD rumah sakit di Indonesia. Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.

Triase ESI bersandar pada empat pertanyaan dasar (4) algoritme pada gambar 1. Kategorisasi ESI 1, ESI 2, dan ESI 5 telah jelas. Kategori ESI 2 dan ESI 3 mensyaratkan perawat triase mengetahui secara tepat sumber daya yang diperlukan. Contoh sumber daya adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan, pemberian cairan intravena, nebulisasi, pemasangan kateter urine, dan penjahitan luka laserasi. Pemeriksaan darah, urine, dan sputum yang dilakukan bersamaan dihitung satu sumber daya. Demikian pula CT Scan kepala, foto polos thorax, dan foto polos ekstremitas bersamaan dihitung sebagai satu sumber daya

Dinda Indraswari said...

Dinda Indraswari NIM 1920068
No Absen 4
S1 Alih Jalur

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Tujuan lain dari triage adalah untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan diagnostik atau terapi. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat


Menurut Mace and Mayer (2013), Triage departemen emergensi memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu :
1. identifikasi pasien yang tidak harus menunggu untuk dilihat, dan
2. memprioritaskan pasien

Unknown said...

Riskhi indah Marini (1920081)
No. Urut 17

Salah satu contoh Triage di dunia

START (Simple Triage and Rapid Treatment)

KELEBIHAN : sangat mudah dilakukan meski oleh orang awam sekalipun. Mengutamakan penatalaksanaannya berdasarkan prinsip ABC dan hanya memberikan label warna merah, kuning, hijau dan hitam.

Prosedur START

LANGKAH 0 : panggil korban yang masih bisa berjalan untuk mendekat ke arah petugas yang berada di lokasi aman korban yang masih bisa berjalan diberi label hijau

LANGKAH 1 : airway+breathing
- cek nafas,apabila tidak bernafas, buka
jalan nafasnya, jika tetap tidak bernafas
diberi label hitam
- pernafasan lebih dari 30 kali/menit
- pernafasan 10-30 kali permenit ke langkah
berikutnya

LANGKAH 2 : Circulation
- cek CRT tekan kuku tangan penderita
kemuadian lepas,apabila kembali merah
lebih dari 2 detik diberi warna merah
- atau lakukan cek nadi radialis,apabila
tidak teraba,atau lemah berikan kabel
merah
- apabila nadi radialis teraba kelangkah
berikut

LANGKAH 3 : Mental status
- berikan perintah sederhana kepada
penderita apabila mengikuti berikan label
kuning
- Apabila tidak dapat mengikuti perintah
berikan label merah

abdul rokhim nim.1920065 said...

Abdul Rokhim/nim.1920065
Tujuan triage:
1.u/ m'identifikasi kondisi yg m'ngancam nyawa px
2.u/ m'prioritaskan px menurut keakutannya
3.u/ m'netapkan tingkat/ derajat kegawatan yg m'merlukan pertolongan kedaruratan
Fungsi triage:
1.menilai tanda" & kondisi vital dari px
2.m'nentukan keb. media
3.menilai kemungkinan keselamatan thd px
4.m'nentukan prioritas penanganan korban/ px
5.m'berikan px label warna ssi dgn skala prioritas

Omy Eli Lamas said...

Omy Eli Lamas 1920079 no absen 15

Singapore Patients Acuity Category Scale (PACS)
tediri dari 4 skala prioritas:
1. PAC 1
Kategori pasien yang sedang mengalami kolaps kardiovaskuler atau dalam kondisi mengancam nyawa. Pertolongan tidak boleh delay, misal: MAyor Trauma, STEMI, Cardiac Arrest.

2. PAC 2
Merupakan kjategori pasien sakit berat, tidur di brankar/bed dan distress berat tetapi hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal. Pasien ini mendapat mendapat prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan. Misal: Stroke, Closed Fracture Tulang Panjang Asthma Attack.

3. PAC 3
Merupakan kategori pasien sakit akut-moderate, mampu berjalan dan tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara efektif di IG cukup menghilangkan atau memperbaiki keluhan pasien. Misal : Demam, Vulnus, Cedera Ringan- Sedang

4. PAC 4
Merupakan kategori pasien Non Emergency, dapat dirawat di Poliklinik. Tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak menderita prnyakit yang beresiko mengancam jiwa, misal: Acne, Dislipidemia.

Kelebihan PACS merupakan sistem triage berbasis bukti, hanya berfokus pada parameter klinis pasien, sehingga gampang diingat karena sistemnya yang sederhana, hanya dibagi menhadi kategori Emergency ( didasarkan pada hemodinamik, distress, mampu beraktifitas.berbaring dan resiko kolaps) dan Non Emergency ( tidak ditemukanurgensi pengobatan dan dapat dirawat secara poliklinis).

Unknown said...

Setiajeng putriani/1920085/no absen 21

Untuk saat ini di Indonesia yg masih cocok Dan banyak ditetapkan adalah sistem triase bencana/klasik karena belum just dari aspek sosialisasi Dan pelatihan pelaksanaan triase di Indonesia juga masih lemah dari aspek ilmiah. Minimnya penelitian Dan publikasi di bidang gawat darurat Dan beberapa karakteristik pasien di Indonesia yang berbeda dengan diluar negeri antara lain di Indonesia kasus2 berat diantar ke IGD oleh keluarga/pendamping,bukan ambulan medik, sehingga perlu ada evaluasi singkat mengenai keluhan utama pasien/ mekanisme trauma.Pasien yg datang ke IGD memiliki komorbid lebih banyak ,Cara menyampaikan keluhan berbeda- beda tergantung dari latar belakang budaya serta banyak dijumpai kasus penyakit tropik Dan infeksi.
•Sedangkantriase modern yg mengacu pada Lima level berjenjang yaitu CTAS,MTS,ATS Dan ESI yg paling cocok ditetapkan di Indonesia adalah ESI(Emergency severing index), dari Amerika serikat dengan alasan:
1.perawat triase dipandu untuk melihat kondisi Dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter.
2.pertimbangan pemakaian sumber days memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur.
3.sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 Dan pengukuran Tanda vital yg secara umum dipakai di Indonesia.

Wahyu Kartika Sari said...

wahyu kartika sari Nim. 1920089 No. Absen 25

Sistim triase modern rumah sakit yang saat ini berkembang disusun sedemikian rupa untuk
membantu mengambil keputusan yang konsisten. Semua metode triase lima level menetapkan
petugas yang melaksanakan triase adalah perawat yang sudah terlatih. Namun tidak menutup
kemungkinan dokter terlatih yang melakukan triase untuk kondisi-kondisi unit gawat darurat
khusus (pusat rujukan nasional, pusat rujukan trauma).
Meski sudah ada petugas khusus triase, konsep triase harus dipahami oleh semua petugas medis
(dokter, perawat gawat darurat, dokter spesialis, dan dokter spesialis konsultan) dan non medis
(petugas keamanan, petugas administrasi, petugas porter), karena unit gawat darurat adalah
sebuah tim, dan kinerja tim yang menentukan efektivitas, efisiensi, dan keberhasilan pertolongan
medis.
Manajemen unit gawat darurat yang efisien membutuhkan satu tim yang mampu
mengidentifikasi kebutuhan pasien, menetapkan prioritas, memberikan pengobatan,
pemeriksaan, dan disposisi yang tepat sasaran. Semua target tersebut harus dapat dilakukan
dengan waktu yang sesuai, sehingga menghindari kejadian pengobatan terlambat dan pasien
terabaikan.
Di Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode triase apa yang digunakan di rumah sakit.
Belum ditemukan adanya literatur nasional yang mengidentifikasi metode-metode triase yang
digunakan tiap-tiap unit gawat darurat di Indonesia. Secara empiris penulis mengetahui bahwa
pemahaman triase dalam pendidikan kesehatan sebagian besar- kalau tidak bisa dikatakan
seluruhnya- masih menggunakan konsep triase bencana (triase merah,,kuning, hijau, dan hitam).

Wahyu Kartika Sari said...
This comment has been removed by the author.
Nafi'atin said...

NAFI'ATIN NIM 1920077
NO. ABSEN 13
CONTOH SISTEM TRIAGE YANG ADA DI DUNIA DAN KELEBIHANNYA


Triase Kanada
Triase Kanada disebut dengan The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS).
Kelebihan :
Konsep awal
CTAS mengikuti konsep ATS, dimana prioritas pasien disertai dengan waktu yang diperlukan
untuk mendapatkan penanganan awal. CTAS juga dilengkapi dengan rangkuman keluhan dan
tanda klinis khusus untuk membantu petugas melakukan identifikasi sindrom yang dialami
pasien dan menentukan level triase. Metode CTAS juga mengharuskan pengulangan triase (re-
triage) dalam jangka waktu tertentu atau jika ada perubahan kondisi pasien ketika dalam
observasi.
Pengambilan keputusan dalam sistim CTAS berdasarkan keluhan utama pasien, dan hasil
pemeriksaan tanda vital yang meliputi tingkat kesadaran, nadi, pernafasan, tekanan darah, dan nyeri. Penilaian dilakukan selama 2-5 menit, namun bila pasien dianggap kategori CTAS 1 dan
2, maka harus segera dikirim ke area terapi.
Seperti ATS, CTAS juga membuat batasan waktu berapa lama pasien dapat menunggu
penanganan medis awal. Batasan waktu yang ditetapkan masih memiliki kelonggaran karena kunjungan pasien yang tidak dapat diprediksi dan dibatasi adalah realitas yang dihadapi
oleh tiap unit gawat darurat.

Indikator Keberhasilan Triase CTAS Berdasarkan waktu respon :
Kategori 1
Pasien dengan kategori ini 98% harus segera ditangani oleh dokter
Kategori 2
Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 15
menit
Kategori 3
Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 30
menit
Kategori 4 Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 60
menit
Kategori 5
Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 120
menit

Unknown said...

Moch firdaus vibrianto .s / 1920076

Di ugd, sistem triase gawat darurat medis di gunakan untuk menetukan pasien mana yang harus di tangani lebih dahulu dibandingkan dengan pasien lainya. Konsep awal triase gawat darurat adalah membagi pasien menjadi 3 katagori, yaitu immediate, urgent, dan non urgen. Konsep yang pertamakali diciptakan untuk situasi perang ini masih berlaku untuk di gunakan di zaman modern ini dan di gunakan di berbahai negara seperti inggris, belanda, swedia, india, australia dan organisasi militer nato
Sistem triase medis akan mengevaluasi dan mengategorikan pasien yang sakit atau mengalami trauma ketika sumberdaya kesehatanya tidak berbanding dengan jumlah pasien yang ada di saat ini. Sistim ini akan sangat berguna pada
kondisi seperti adanya bencana alam dengan jumlah korban yang sangat banyak , atau ketika dalam satu waktu bersama entah karena apa sebuah ugd rumah sakit kebanjiran pasien dalam jumlah yang banyak
Sistem triase medis memilih pasien berdasarkan kondisi :
1 merah, kode warna merah di berikan pada pasien yang jika tidak diberikan penangan dengan cepat maka pasien akan meninggal
2 kuning. Kode warna kuning diberikan pada pasien yang memerlukan perawatan segera , namun masih dapat di tunda karena ia masih dalam kondisi stabil.
3 hijau, kode warna hijau diberikan kepada pasien yang memerlukan perawatan namun masih bisa di tunda.
4 putih, kode warna putih diberikan pada pasien dengan cedera minimal dan dimana tidak memerlukan penanganan dokter.
5 hitam, kode wsrna hitam diberikan pada pasien yang setelah di periksa tidak menunjukan tanda kehidupan, misal pasien yang masih hidup namun mengalami cedera yang parah sehingga meskipun segera di tangani pasien akan tetap meninggal.
Namun demikian sistem triase gawat darurat medis ini tidak kaku. Jika pasien dengan kodemerah yang telah mendapatkan penanganan pertama dan kondisinya sudah lebih stabil maka kode pasien tersebut bisa di rubah menjadi warna kuning. Sebaliknya pasien dengan kode kuning yang kondisinya mendadak tambah parah bisa saja kodenya dirubah jadi warna merah

Unknown said...

Rika raharty
Nim: 1920080
Macam sistem triase di dunia dan kelebihanya

TRIASE AUSTRALIA
Sistem triase di Australia dikenal dengan Australian Triage Scale (ATS) dan ini berlaku sejak tahun 1994.Berbeda dari fungsi awal triase,selain menetapkan prioritas pasien,ATS juga memberi batasan waktu berapa lama pasien dapat menunggu sampai dapat pertolongan pertama. Di Australia proses triase dilakukan oleh perawat gawat darurat.Karena triase sangat diperlukan untuk alur pasien dalam UGD yang lancar dan aman,Australia memiliki pelatihan resmi triase perawat dan dokter. Tujuan pelatihan meningkatkan konsistensi peserta dalam menetapkan kategori triase dan menurunkan lama pasien berada dalam UGD.
Dalam sistem ATS dikembangkan mekanisme penilaian khusus kondisi urgent untuk pasien pediatrik,trauma,triase di daerah terpencil,pasien obstetri dan gangguan perilaku.Untuk memudahkan orang yang melakukan triase dalam mengenali kondisi pasien maka di ATS terdapat kondisi tertentu yang menjadi deskriptif klinis dengan tujuan memaparkan kasus kasus medis yang lazim dijumpai sesuai dengan kategori triase sehingga memudahkan trier menetapkan kategori.
1). Kategori 1
Respon:segera,penilaian dan
tatalaksana diberikan secara
simultan

Deskripsi ketegori:kondisi yang
mengancam nyawa atau beresiko
mengancam nyawa bila TDK segera di
intervensi
Deskripsi klinis:henti
jantung,henti nafas

2). Kategori 2
Respon:penilaian dan tatalaksana
diberikan secara simultan dalam
waktu 10 menit
Deskripsi kategori: Resiko
mengancam nyawa,dimana kondisi
pasien dapat memburuk dengan cepat
Deskripsi klinis : Jalan napas ada
stridor disertai distres
pernapasan, gangguan
sirkulasi:akral dingin,hipotensi
dengan gangguan hemodinamik,nadi
kurang dari 50x/menit atau
150x/menit
3). Kategori 3
Respon: penilaian dan tatalaksana
dapat dilakukan dalam 30 menit
Deskripsi kategori: potensi
bahaya.mengancam nyawaatau akan
tambah parah bila dalam 30 menit
tidak dilakukan tindakan
Deskripsi klinis : hipertensi
berat,kehilangan darah
moderat,sesak nafas,paska
kejang,demam pada pasien
immunokompromais
4). Kategori 4
Respon: penilaian dan tatalaksana
dapat dimulai dalam waktu 60 menit
Deskripsi kategorik: kondisi
berpotensi jatuh menjadi lebih
berat apabila penilaian dan
tatalaksana tidak segera
dilaksanakan dalam waktu 60 menit
Deskripsi klinis:perdarahan
ringan,terhirup benda asing tanpa
ada sumbatan jalan napas dan sesak
napas,nyeri ringan sedang,nyeri
perut non spesifik
5). Kategori 5
Respon:penilaian dan tatalaksana
dapat dimulai dalam waktu 120 menit
Deskripsi kategori: kondisi tidak
segera yaitu kondisi kronik atau
minor dimana gejala tidak beresiko
memberat bila pengobatan tidak
segeraa diberikan
Deskripsi klinis :nyeri
ringan,riwayat penyakit tidak
beresiko dan saat ini tidak
bergejala,luka kecil,pasien
kronis,psikiatri tanpa gejala akut
dan hemodinamik stabil

Anonymous said...

Dwi anita sari
nim : 1920069
no absen : 6

Tujuan triage :
- Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
- menetapkan prioritas kegawatan / tingkat kegawatan
- Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
- Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
- Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/ pengobatan gawat darurat.

Fungsi triase:
- Menilai tanda-tanda dan kondisi vital dari korban
- Menentukan kebutuhan media
- Menilai kemungkinan keselamatan terhadap korban
- Menentukan prioritas penanganan korban
- Memberikan label warna sesuai dengan skala prioritas

wahyuno said...

NAMA : WAHYUNO /192088

Untuk sistim triase yang cocok adalah ATS (Australian Triage Scale) karena ini sudah di adopsi oleh rumah sakit nasional seperti RSCM dan rumah sakit rujukan nasional lainnya, tetapi untuk saat ini sistim triage yang paling banyak dipakai di indonesia adalah masih menggunakan triase bencana (triase merah, kuning, hijau, dan hitam). Sedangkan idealnya adalah menggunakan triase lima level / ATS (Australian Triage Scale) hal ini disebabkan karena masih terbatasnya sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang ada di suatu instansi rumah sakit. Jadi hanya beberapa rumah sakit rujukan nasional saja yang sudah memakai sistim triase internasional.
Terima kasih



Evin Dwi Prihartiningsih said...

Evin Dwi Prihartiningsih
No absen 7

Triage yang ada di Indonesia pada dasarnya sudah berjalan sebagaimana mestinya, namun karena dihadapkan oleh situasi yang tidak terduga, terkadang triage tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh bila menghadapi keluarga pasien dengan latar belakang tingkat pendidikan, status sosial bahkan tingkat kecemasan yang tinggi.
Pasien dengan prioritas di garis hijau pun pada akhirnya bisa menjadi di garis kuning bahkan merah.
Edukasi sangat penting dilakukan mengenai hal prioritas pasien sehingga tidak ada lagi kesan pasien tidak ditangani.
Situasi ini bisa terjadi di rumah sakit besar ataupun kecil,bahkan di tingkat yang lebih sederhana yaitu puskesmas bisa terjadi hal yang demikian.

Unknown said...

Nunuk puji lestari
Nim: 1920078

Manchester Triage System (MTS) adalah sistem klasifikasi prediksi prioritas dan resiko untuk pasien yang mencari perawatan darurat dan banyak digunakan di negara Uni Eropa.
Klasifikasi tersebut dibagi menjadi lima warna:
1. Merah (langsung)
2. Orange ( sangat mendesak)
3. Kuning ( mendesak)
4. Hijau ( standart)
5. Biru (tidak mendesak)
Metode MTS dirancang untuk memungkinkan praktisi kesehatan pada unit gawat darurat untuk secara cepat menetapkan prioritas klinis untuk setiap pasien, meliputi:
1. Identifikasi masalah
2. Mengumpulkan dan menganalisis informadi yg terkait dgn solusi
3. Evaluasi semua alternatif dan memilih satu untuk implementadi
4. Menerapkn alternatif yg di pilih
5. Memantau implementasi dan evaluasi hasil.
MTS berguna dalam triase pasien di unit gawat darurat dengan tingkat reliabilitas sedang.

Rofi'i said...

ROFI’I
NIM:1920084

Emergency Severity Index (ESI)
Triase Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity Index (ESI) dan pertama kali dikembangkan di akhir tahun 90 an. Ditandai dengan dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh The Emergency Nursing Association (ENA) dan American College of Physician (ACEP) untuk memperkenalkan lima kategori triase untuk menggantikan tiga kategori sebelumnya. Perubahan ini berdasarkan pertimbangan kebutuhan akan presisi dalam menentukan prioritas pasien di UGD, sehingga pasien terhindar dari keterlambatan pengobatan akibat kategorisasi terlalu rendah, atau sebaliknya pemanfaatan UGD yang berlebihan untuk pasien yang non urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi.
Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi, konsultasi spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat darurat).
Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas triase akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama adalah menentukan keadaan awal pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien termasuk level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan kedalam level 1 apabila terjadi ganggguan di tanda vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal, perubahan kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap. Apabila saat triase diperkirakan pasien yang datang tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu menggunakan satu sumber daya UGD (laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4, apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya UGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil).
Analisis sistematik yang dilakukan Christ menunjukkan bahwa ESI dan CTAS adalah sistim triase yang memiliki reliabilitas paling baik.5

Kelebihan :
1. Perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter.
2. Pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur.
3. Sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia

Unknown said...

Nama: Ristyawati
Nim: 1920082

Australian Triage Scale (ATS)
ATS terbagi atas 5 kategori, dengan masing-masing response time
antara lain:
1. Kategori ATS 1
Kategori 1 meliputi kondisi yang menjadi ancaman bagi kehidupan (atau
akan segera terjadi kemunduran dan membutuhkan penanganan segera).
2. Kategori ATS 2
Kategori 2 penilaian dan perawatan dalam waktu 10 menit. Kondisi pasien
cukup serius atau dapat memburuk begitu cepat sehingga ada potensi
ancaman terhadap kehidupan, atau kegagalan sistem organ jika tidak
diobati dalam waktu sepuluh menit dari kedatangan.
3. Kategori ATS 3
Penilaian dan perawatan dimulai dalam 30 menit, kondisi pasien dapat
berlanjut pada keadaan yang mengancam kehidupan, atau dapat
menyebabkan morbiditas jika penilaian dan perawatan tidak dimulai dalam
waktu tiga puluh menit setelah kedatangan (urgency situasional).
4. Kategori ATS 4
Penilaian dan perawatan dimulai dalam waktu 60 menit. Kondisi pasien
dapat mengancam, atau dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan,
ada potensi untuk hasil yang merugikan jika pengobatan tidak dimulai
dalam waktu satu jam, cenderung memerlukan konsultasi atau manajemen
rawat inap.
5. Kategori ATS 5
Penilaian dan perawatan dimulai dalam 120 menit kondisi pasien tidak
urgent sehingga gejala atau hasil klinis tidak akan terjadi perubahan secara signifikan jika penilaian dan pengobatan ditunda hingga dua jam dari
kedatangan (Hodge et al., 2013).

Berikut adalah beberapa kelebihan dari model triase Australia:
1) Triase adalah titik kontak pertama pasien pada saat kedatangan di IGD.
2) Untuk mengurangi antrian, proses triase dan registrasi dilakukan secara
simultan atau gunakan pendaftaran mobile (di sisi tempat tidur pasien) oleh
staf administrasi.
3) Triase dilakukan tidak > 5 menit.
4) Setelah triase perawat senior melakukan pengkajian triase menggunakan
ATS.
5) Kemudian memilah pasien ke dalam bagain-bagian ruangan IGD, bagian
resusitasi/trauma, akut atau sub acute. Semua pemeriksaan di IGD
diselesaikan dalam waktu 2 jam untuk selanjutnya ditransfer ke are yang
paling sesuai untuk perawatan.

Tri Wahyuni said...

Tri Wahyuni/1920087
Absen 23

Sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih menggunakan sistem triase "klasik". Sistem triase ini sebenarnya mengadaptasi sistem triase bencana, dengan membuat kategori cepat dengan warna hitam, merah, kuning, dan hijau. Hitam untuk pasien meninggal, merah untuk pasien gawat (ada gangguan jalan nafas, pernafasan, atau sirkulasi), kuning untuk pasien darurat, dan sisanya hijau. Sistem tiga level ini tidak cocok bagi IGD rumah sakit modern yang perlu mempertimbangkan evidence-based medicine atau kedokteran berbasis bukti.

Emergency Severity Index (ESI) dikembangkan sejak akhir tahun sembilan puluhan di Amerika Serikat. Sistem ESI bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien (1,3,4). ESI tidak secara spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.

Menarik untuk membahas ESI dalam konteks IGD rumah sakit di Indonesia. Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.

Triase ESI bersandar pada empat pertanyaan dasar (4) algoritme pada gambar 1. Kategorisasi ESI 1, ESI 2, dan ESI 5 telah jelas. Kategori ESI 2 dan ESI 3 mensyaratkan perawat triase mengetahui secara tepat sumber daya yang diperlukan. Contoh sumber daya adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan, pemberian cairan intravena, nebulisasi, pemasangan kateter urine, dan penjahitan luka laserasi. Pemeriksaan darah, urine, dan sputum yang dilakukan bersamaan dihitung satu sumber daya. Demikian pula CT Scan kepala, foto polos thorax, dan foto polos ekstremitas bersamaan dihitung sebagai satu sumber daya.

Anak-anak adalah populasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam triase. Bila pada sistem yang lain belum jelas mengenai kriteria triase pasien pediatri, ESI mempunyai satu bagian tersendiri mengenai triase pada anak-anak. Bagian ini memberikan petunjuk yang jelas mengenai apa saja yang harus diperiksa ketika melakukan triase pasien anak-anak. Inilah yang tidak dijumpai pada sistem triase yang lain.

Aslinya, ESI dibuat dalam konteks IGD sebagai antar muka EMS dan pelayanan rumah sakit. Sebuah penelitian di Eropa (5) juga menambahkan fakta menarik mengenai ESI pada pasien yang datang sendiri ke IGD, kondisi yang lebih mirip dengan Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa sistem triase ESI ini dapat dipercaya dan diandalkan pada pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD. Tidak ada modifikasi yang perlu dilakukan pada algoritme sistem triase ESI untuk pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD.

Berbagai fakta di atas meyakinkan kita bahwa sistem triase ESI berpotensi diaplikasi di IGD rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan keselamatan pasien dan efisiensi pelayanan. Kepala IGD perlu merencanakan waktu dan strategi untuk dapat berpindah dari sistem triase "klasik" menjadi sistem triase ESI ini. Namun, alasan efisiensi sumber daya dan keselamatan pasien sudah cukup bagi IGD rumah sakit untuk merencanakan sistem yang lebih baik

Adhe Mei Sari said...

Adhe Mei Sari
1920066

Tujuan utama triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa. Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut keakutannya, untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dlama proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat

Fungsi Triage :
1. Menilai tanda-tanda dan kondisi vital dari korban
2. Menentukan kebutuhan pasien
3. Menilai kemungkinan keselamatan terhadap korban
4. Menentukan prioritas penanganan korban
5. Memberikan pasien label warna sesuai dengan skala prioritas

Unknown said...

Ekasari Kusumaningtyas/NIM:1920070.Absen no 6
Pelaksanaan Triage di Indonesia
Triage di Indonesia rata- rata masih menggunakan Sistem Triage klasik,yaitu dengan kategori warna,hitam (pasien meninggal),merah(pasien gawat pernafasan,sirkulasi) kuning pasien darurat,dan hijau.
Di Puskesmas juga demikian ,akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak maksimal,karena kurangnya sarana dan prasana.Hanya tersedia beberapa ruangan ,sehingga bila ada peningkatan pasien tidak ada tempat lagi.Tenaga yang tersedia terbatas,sehingga hanya kasus-kasus tertentu yang bisa ditangani selebihnya ,kasus berat langsung dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang lebih baik.
Di sebagian UGD RS sudah menggunakan Sistem Triage modern,pasien dipilah-pilah sesuai tingkat kegawatannya.Dan setiap ruangan disediakan peralatan sesuai kebutuhannya.
Meskipun demikian masih ada hal-hal yang harus diperhatikan untuk pelaksanaan Triage yang optimal yaitu:
1.Kinerja.Sistem kerja atau koordinasi dan hubungan komunikasi interpersonal yang baik akan membantu dalam penanganan dan pemberian terapi yang tepat.
2.Faktor ketenagaan.Ini ditunjang kualitas perawat dan tenaga kesehatan lainnya,yang memiliki pendidikan dan pengalaman,pernah mengikuti pelatihan BLS,BTLS,PPGD,yang mempengaruhi keputusan triage
3.Faktor perlengkapan.Sarana dan prasana yang bagus untuk menunjang tindakan dan perawatan.
4.Faktor ketepatan waktu.Lama waktu tunggu pengobatan atau tindakan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien dan kepuasan pasien.
5.Lingkungan kerja.Baik fisik dan non fisik yang membantu kinerja tenaga kesehatan
6.Ketersediaan kamar rawat inap.Sering kali pasien menumpuk (overload)di UGD karena kamar rawat inap sudah penuh,belum lagi pasien rujukan banyak yang datang,sehingga suasana tidak kondusif.Tempat tidur penuh, banyak orang,tidak nyaman dalam perawatan.Hal ini menimbulkan banyak resiko,juga adanya komplain dari pasien atau keluarga.

Unknown said...

Ekasari Kusumaningtyas/NIM:1920070.Absen no.6
Sistem Triage di Indonesia rata-rata masih menggunakan sistem triage klasik yaitu dengan kategori warna,yaitu hitam (pasien meninggal),merah(pasien gawat pernafasan,sirkulasi),kuning(pasien darurat),dan hijau (pasien tidak gawat dan tidak darurat).
Di Puskesmas juga demikian,akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak maksimal,karena kurangnya sarana dan prasana.Hanya tersedia beberapa ruangan untuk menerima pasien,sehingga bila ada peningkatan pasien ,tidak ada tempat lagi.Tenaga kesehatan yang tersedia juga terbatas,baik itu secara jumlah dan yang memiliki pengalaman juga pendidikan tentang triage.Sehingga hanya kasus-kasus tertentu yang bisa ditangani,selebihnya,kasus berat langsung rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang lebih baik.
Di sebagian UGD RS sudah menggunakan Sistem triage modern,pasien dipilah-pilah sesuai tingkat kegawatannya.Pada setiap ruangan disediakan peralatan sesuai kebutuhannya.
Meskipun demikian masih ada hal-hal yang harus diperhatikan untuk pelaksanaan Triage supaya lebih optimal yaitu:
1.Kinerja
Sistem kerja atau koordinasi dan hubungan komunikasi interpersonal yang baik akan membantu dalam penanganan dan pemberian terapi yang tepat
2.Faktor ketenagaan
Ini ditunjang kualitas perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dan pengalaman,pernah mengikuti pelatihan BLS,BTLS,PPGD yang mempengaruhi keputusan triage .
3.Faktor perlengkapan
Sarana dan prasana yang bagus dan sesuai untuk menunjang tindakan dan perawatan.
4.Faktor ketepatan waktu
Lama waktu tunggu pengobatan atau tindakan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien dan kepuasan pasien.
5.Lingkungan kerja
Baik fisik dan non fisik yang membantu kinerja tenaga kesehatan .
6.Ketersediaan kamar rawat inap
Sering kali pasien menumpuk (overload)di UGD karena kamar rawat inap sudah penuh,sehingga suasana tidak kondusif.Tempat tidur penuh,banyak orang,tidak nyaman dalam perawatan.Hal ini menimbulkan banyak resiko,juga adanya komplain dari pasien atau keluarga.

Unknown said...

laila risatul afanda (1920073)

sistem triage yang ada di indonesia belum sepenuhnya digunakan oleh rumah sakit maupuin puskesmas yang ada, dikarenakan sistem tersebut masih menggunakan sistem klasik Sistem triage ini sebenarnya mengadaptasi sistem triage bencana, dengan membuat kategori cepat dengan warna hitam, merah, kuning, dan hijau. Hitam untuk pasien meninggal, merah untuk pasien gawat (ada gangguan jalan nafas, pernafasan, atau sirkulasi), kuning untuk pasien darurat, dan sisanya hijau. Sistem tiga level ini tidak cocok bagi IGD rumah sakit modern yang perlu mempertimbangkan evidence-based medicine atau kedokteran berbasis bukti.

Unknown said...

LENI WIDHIASIH (1920074)NO.ABSEN 10

Triase pada umumnya sudah digunakan di rumah sakit dan puskesmas,akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kendala yaitu kurang pengetahuan petugas gawat darurat dalam melakukan pemilahan berdasarkan prioritas dan alurnya.Penanganan dan edukasi kepada pasien prioritas 3 yang kurang maksimal,sehingga memunculkan komplain minta segera ditangani dan akhirnya mengacaukan prioritas triase di ruang gawat darurat.

JAMILA AMW said...

JAMILA / NIM 1920072
No Absen 8
S1 Alih Jalur
Sebagai bagian persiapan akreditasi versi baru, Rumah Sakit ataupun Puskesmas sudah memperbaiki dan menjalankan sistem triage di indonesia.
Setiap Unit Gawat Darurat selalu mengupayakan efisiensi dan efektifitas pelayanan. Sedapat mungkin mereka berupaya menyelamatkan sebanyak - banyaknya dalam waktu sesingkat singkatnya bila ada kondisi pasien dengan kegawat daruratan medis datang berobat ke UGD Rumah Sakit ataupun Puskesmas. Dengan demikian sumber daya manusia dan sarana di UGD sangat menentukan keberhasilan pelayanan kepada pasien. Di Pusksmas pada umumnya pasien yang datang adalah pasien dengan keluhan yang berulang maupun keluhan yang masih dapat ditunda. Sangat jarang pasien dengan kecelakaan dan bencana alam atau serangan jantung dan stroke di bawa ke puskesmas. Kendati ada kasus gawat darurat seringkali diarahkan ke UGD Rumas Sakit untuk segera mendapat bantuan agar tidak tertunda dalam antrian panjang pelayanan puskesmas. Sumber daya manusia sangat memegang peran penting untuk tercapainya kepuasan para pasien di UGD Rumah Sakit. Dokter dan paramedis yang bertugas di UGD Rumah Sakit dituntut untuk dapat melakukan triase secepat dan setepat mungkin. Ilmu teoritis dan pengalaman sangat penting bagi petugas UGD Rumah Sakit, agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pemilahan saat triage.
Unit Gawat Darurat atau UGD dan beberapa ada yang menyebut juga IRD ( Instalasi Rawat Darurat ).IGD ( Instalasi Gawat Darurat ) maupun Emergency Room. Adalah sebuah unit yang melayani pasien dalam kondisi gawat darurat berdasarkan Triage ( Triase ) yang ditentukan oleh dokter UGD. Sedangkan Triage adalah sebuah tindakan pengelompokan pasien berdasarkan berat ringannya kasus, harapan hidup dan tingkat keberhasilan yang akan dicapai sesuai dengan standar pelayanan UGD yang dimiliki. Triage dilakukan hanya dalam waktu 60 detik tanpa intervensi tindakan apapun.
Jenis Triase IGD Rumah Sakit Ataupun Puskesmas
Dalam sistem triage ada 4 kategori warna. Empat kategori warna tersebut memiliki arti masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi pasien, yaitu:
1. Kategori merah
Pasien dengan kategori merah adalah pasien prioritas pertama (area resusitasi) yang butuh pertolongan segera. Kriteria pasien yang masuk dalam kategori ini adalah mengalami kondisi kritis yang membutuhkan pertolongan medis segera.
2. Kategori kuning
Pasien dalam kategori kuning merupakan prioritas kedua (area tindakan) yang juga membutuhkan pertolongan segera. Hanya saja, pasien yang termasuk kategori ini tidak dalam kondisi kritis
3. Kategori hijau
Kategori ini termasuk dalam prioritas ketiga (area observasi). Pasien dalam kategori ini umumnya mengalami cedera ringan dan biasanya masih mampu berjalan atau mencari pertolongan sendiri.
4. Kategori hitam
Kategori hitam hanya diperuntukkan bagi pasien yang sudah tidak mungkin ditolong lagi atau sudah meninggal.
Status triase ini akan dinilai ulang secara berkala, karena kondisi pasien dapat berubah sewaktu-waktu. Apabila kondisi pasien berubah, dokter juga akan segera melakukan triase ulang (retriase). Sebagai contoh, pasien yang berada dalam kategori kuning bisa berpindah ke kategori merah ketika kondisinya bertambah parah.
Untuk menunjang kelancaran pelayanan UGD tak kalah penting adalah kesigapan petugas Ambulance selama dalam perjalanan dari menjemput pasien hingga ke rumah sakit untuk mendapat pelayanan Unit Gawat darurat. Dalam perjalanan petugas puskesmas yang menjemput juga sudah melakukan triage dalam perjalanan dan melakukan koordinasi pada petugas UGD yang siap menyambut kedatangan ambulance untuk penanganan lebih lanjut.
Semoga informasi tentang pelayanan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit ataupun Puskesmas dengan model pemilahan menggunakan Triage dapat menambah wawasan sistem pelayanan kesehatan di indonesia.

Nikita amelia arsita said...

NIKITA AMELIA ARSITA (1920111)

korban yang lebih prioritas untuk di bawa ambulan yaitu : korban ke dua

Karena kalau korban yang ke 1 hanya mengalami fraktur sudah jelas pasien masihh sadar sehingga perawat hanya perlu memberikan pertolongan pertama seperti balut bidai
Sedangkan korban yg ke 2 px sudah tidak sadar dan terdapat jejes di bagian abdomen sehingga perlu pemeriksaan yang lebih lanjut seperti usg abdomen dan foto torax

Unknown said...

SILFIYATUL FAUZIYAH (1920114)
menurut saya korban yang lebih di prioritaskan yaitu korban ke 2
Karena pada korban ke 2 terdapat jejas pada abdomen dan bisa mengalami pendarahan organ dalam, dan luka di bagian abdomen bisa dapat mengalami cedera/trauma dengan berbagai tingkat keparahan. Kondisi ini disebut sebagai trauma abdomen atau trauma perut. Sifat dan beratnya trauma abdomen sangat bervariasi, tergantung pada mekanisme dan kekuatan benda yang terlibat. dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
sedangkan pada korban 1 hanya mengalami fraktur dan masih sadarkan diri dan perawat perlu memberikan pertolongan pertama balut bidai.

Unknown said...

Yusmanto
Nim 1920090
No ansen 26

Korban yang diprioritaskan adalah korban ke dua karena masuk kategori merah ( prioritas 1 )
Karena kondisi korban tidak sadar dan terdapat jejas dan luka pada abdoment
Sedang korban pertama masuk kategori kuning ( prioritas ke 2 )
Karena kondisi masih sadar dan mengalami patah tulang pada kaki kanan dan disertai nyeri dan tidak ada jejas atau luka pada daerah kepala.

Anonymous said...

NURDIANSYAH
NIM 1920113
No Absen 29
Prioritas untuk mendapat penanganan evakuasi ambulance adalah korban kedua karena pasien ada penurunan kesadaran, ada jejas dan luka di abdomen, hal ini harus mendapat tatalaksana cepat di airway, breathing, dan circulation. Kasus kedua termasuk kasus gawat darurat. Untuk kasus pertama masuk kategori gawat tidak darurat, airway dan breathing baik, tatalaksana fokus di fraktur (circulation)

Erni Heryanti said...

Erni heryanti
19.20.112
Progsus 2109 kelas STIKes kepanjen

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Tujuan lain dari triage adalah untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan diagnostik atau terapi. Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat


Menurut Mace and Mayer (2013), Triage departemen emergensi memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu :
1. identifikasi pasien yang tidak harus menunggu untuk dilihat, dan
2. memprioritaskan pasien

Tukang Ungkap said...

Kayaknya ini tulisan soal dari guru.... But, terimakasih infonya... Baca dari komenan para siswa....

Positif62

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes