Hal-hal apa sajakah yang perlu perawat perhatikan pada penanganan pasien
lansia dengan trauma?
Ketika seseorang mempertahankan
kondisi waspada dalam menghadapi adanya peningkatan kebutuhan fisiologis, tubuh
mampu mempertahankan kondisi fungsi yang bagus. Sedangkan ketidakseimbangan
dalam sistem, akan menurunkan daya kompensasi tubuh. Penurunan fungsi pada
lansia menyebabkan penurunan serius dalam performa untuk menangani stress dan
lebih mudah terkena sakit. Karena menurunnya fungsi pada lansia, lansia kurang
mampu untuk mempertahankan homeostatis
untuk menghadapi cidera fisik. (Frankenfield D, 2000).
Pasien lansia yang mengalami trauma
tidak dapat bertahan sebaik pada orang muda. Seringkali, penatalaksanaan yang
agresif kurang begitu diaplikasikan untuk pasien lansia. Konsekuensinya, pasien
lansia yang mengalami trauma kurang bisa untuk mempertahankan perfusi yang
cukup pada organ vital. Setelah cidera, pasien lansia lebih cenderung untuk
datang pada layanan gawat darurat dengan kondisi syok hipotensi dan hipotermi.
Hal ini berkontribusi pada tingginya presentasi dari pasien trauma lansia yang
masuk dalam statistik tingkat kematian awal setelah trauma. Hal ini berpengaruh
pada kematian berhubungan adanya infeksi dan disfungsi organ yang luas
(McKinley, 2000).
Kematian juga dapat terjadi karena
menurunnya kemampuan tubuh untuk mempertahakan kondisi fisiologisnya karena
proses penuaan, dengan insiden yang tinggi adanya masalah kesehatan sebelum
trauma terjadi sehingga membuat diagnosis yang akurat sulit untuk dicapai pada
pasien lansia (Thompson, 1996). Sebuah
penelitian melaporkan bahwa masalah geriatrik membutuhkan pemikiran spesial
pada tahap awal, sebagaimana satu dari tiga pasien yang nampak stabil pada
ruang resusitasi dengan tekanan darah normal tapi ternyata meninggal 24 jam
kemudian karena serangan jantung. Usia yang berhubungan dengan ketidakcukupan
cardiac output, yang menjadi penyebab hipoperfusi, sulit diidektifikasi bersama
kebutuhan metabolik dan adanya periphal vascular resistance. Beberapa
penelitian mengatakan lebih mudah untuk ‘usaha yang tidak cukup untuk
mengkompensasi’ ketika terjadi syok pada lansia, yang mengarah pada
ketidakcukupan oksigen dan kemudian menciptakan ‘oksigen debt’. Sehingga konsekuensinya adalah semakin tingginya
angka kematian (Safih MS, 1999). Faktor fisiologis dari penuaan menghambat
kemampuan lansia untuk dapat berespon secara sempurna terhadap stress fisik
yang dihadapi.Fisiologis lansia tidak dapat mentoleransi tambahan beban yang
terjadi karena stress dari cidera atau disebabkan oleh penyakit kritis, karena
sebagian besar kapasitas fungsi tubuh mereka berkurang.
Baru baru ini, dua penelitian
melaporkan bahwa tingginya angka kematian kasus lansia memiliki insiden tinggi
dari jantung dan komplikasi sepsis dan komplikasi respirasi pada lansia dengan
trauma, ketika dibandingkan antara yang dapat bertahan dan meninggal (Shabot
MM, 1995). Terdapat beberapa penemuan yang mengidentifikasi jantung, sebagai
prediktor bebas dari kurangnya hasil yang baik pada lansia dengan trauma. Dalam
penelitian dengan 456 pasien trauma usia lebih dari 65 tahun, Smith dkk
melaporkan 5,4% tingkat kematian pada pasien tanpa komplikasi, 8,6% pada mereka
dengan satu komplikasi, dan 30% pada lansia dengan lebih dari satu komplikasi.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebenarnya penting untuk menurunkan
komplikasi yang berkontribusi pada 32% semua kematian. Diantaranya komplikasi
akibat masalah multiple organ failure
mencapai 62% kematian pada lansia.
Prinsip
etik yang perlu dipertimbangkan saat menangani pasien Lansia dengan Trauma
Keagresian saat membuat keputusan
tentang operasi cepat pada lansia diketahui telah dapat menurunkan tingkat
kematian sampai 10%. Terdapat beberapa keadaan dimana memang dibutuhkan untuk
melakukan penanganan secara segera untuk pasien lansia dengan trauma walau
mungkin karena keadaan keluarga yang ragu ragu sehingga menunda penanganan.
Banyak dari mereka yang hanya memilih penanganan untuk menunjang kehidupan saja
dengan alasan usia yang sudah tua. Isu etik tentang bagaimana seharusnya pasien
lansia dirawat adalah sebuah tantangan bagi tenaga kesehatan dalam dua hal
yaitu sumber daya dan pembiayaan. hasil akhir dari lansia dengan trauma dapat
dimaksimalkan dengan pendekatan yang agresif, daripada sesuatu yang
diperkirakan. Terdapat hasil yang baik dari adanya diagnosis awal dan keputusan
segera, yang mana tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk mendiagnosa dan
mengatasi injury pada pasien lansia
dengan cepat (Demetriades, 2002).
Kelangsungan hidup pasien terlihat
meningkat pada awal (satu sampai dua jam pertama) keagresifan dan monitor
invasif. Usia yang semakin tua tidak seharusnya menjadi alasan untuk meniadakan
kesempatan operasi pada luka yang terjadi. Banyak artikel yang menyatakan bahwa
pasien lansia memiliki tingkat kematian yang sama tinggi baik dengan penanganan
operasi ataupun non-operasi pada managemen splenic
injury (Harbrecth, 2001). Albretch dkk melaporkan kegagalan tinggi sebanyak
33% pada pasien lansia dengan penanganan non-operatif, tapi sebenarnya memiliki
tingkat tinggi dari adanya splenic injury
dan cairan bebas intraperitoneal. Ini
adalah alasan potensial mengapa pasien lansia memiliki tingkat kematian tinggi.
Ini mungkin dikarenakan adanya kerapuhan dan menurunnya daya tahan tubuh
terhadap trauma (Tsugawa, 2002).
Prinsip
Etik yang berkaitan pada Pasien Lansia dengan Trauma
Non-malefisiensi / Tidak Membahayakan
Selama satu tahun meningkat dari umur
65 tahun, kesempatan meninggal pada pasien lansia dengan trauma meningkat
7%/tahun. Lebih lanjut, angka kematian ini dihubungkan dengan pentingnya
operasi segera yang lebih memiliki resiko
hingga 3 kali lebih besar daripada bila dilakukan kepada orang muda. Hal
ini terjadi karena meingkatnya kerapuhan tubuh lansia dalam menghadapi stress
dari luar, dan membutuhkan adanya skoring tentang kerapuhan. Dengan adanya
skoring ini, petugas kesehatan dapat lebih memprognosikan apakah operasi
darurat yang akan dilakukan lebih memiliki manfaat atau sebaliknya. Terdapat
hubungan antara tingkat ketahanan hidup dengan usia, dan hasil akhir secara
luas pada pasien juga harus diingat saat pasien mencari pertolongan (Makary,
2010).
Beneficience
Seseorang dapat berargumen dalam
seting cidera karena trauma, keinginan dari anggota tim adalah untuk melakukan
hal yang baik bagi pasien. Pada praktek, kenyataannya semua penanganan memiliki
resikonya sendiri, dan petugas kesehatan harus dapat mengetahui resiko ini
disamping keinginan untuk menolong pasien. Seringkali terdapat konflik antara
beneficence dengan non-maleficence, dimana penanganan operasi dapat
menghasilkan keduanya sekaligus pada satu pasien. Hal ini kemudian menyarankan
agar petugas terus meningkatkan kemampuan, mempertahankan konsep keilmuan yang
cukup, dan mempertimbangkan keadaan dari semua individu. Sehingga menjadi
penting untuk mengerti tantangan spesiik dalam merawat pasien lansia yang
mengalami trauma (Anastasia, Anne, 2014).
Autonomy
Konsep dari autonomi berakar kepada
hak individu untuk memilih keputusan berkaitan dengan hal pribadi pada pasien
untuk membuat keputusan yang terinformasi secara penuh. Dia harus memahami
semua resiko dan manaat dari prosedur dan kemungkinan suksesnya. Hal ini
membutuhkan informasi yang memadai selama proses informed consent. Pasien
mungkin memilih diantara beberapa penanganan atau malah menolaknya, bahkan bila
penanganan ini direkomendasikan untuk menyelamatkan nyawa. Kemampuan
determinasi diri pada populasi lansia mungkin menjadi tantangan sendiri.
Seringkali dengan menuanya seseirang, pasien memiliki penurunan kemampuan untuk
memutuskan sesuatu. Pasien bagaimanapun diperbolehkan untuk menentukan
keputusan penanganan kesehatan mereka dengan mengikuti keinginan hidup atau
masukan dari keluarga. Tenaga kesehatan seharusnya bisa menjaga keinginan
pasien bahkan ketika pasien sendiri tidak dapat membuat keputusan tersebut.
Justice
Prinsip etik ke-empat yaitu keadailan,
memokuskan kepada pendistribusian dari sumber daya dan organisasi lain secara
merata. Pasien lansia adalah salah satu populasi yang rentan. Dari
phatofisiologi penuaan, pasien lansia memiliki penurunan penglihatan dan
pendengaran dan lainnya yang berkontribusi pada meningkatnya resiko trauma. Prinsip
etik dari keadilan menuntut kita untuk dapat melindungi populasi yang rentan
ini. Keadilan mengamanatkan bahwa beban dan manfaat dari treatment, bahkan
untuk yang baru eksperimen untuk dapat didistribusikan secara sama setiap grup
termasuk usia. Kita harus berhati-hati untuk tidak membuat keputusan yang
mengarah ke diskriminasi pada pasien lansia dengan trauma dengan hanya
memperhitungkan faktor usia saja. Petugas kesehatan dapat menggunakan
pengukuran status fungsi dan atau kelemahan seobyektif mungkin dari luka yang
didapatkan pasien dan kemungkinan hasil yang didapat setelah operasi. Penyedia
layanan kesehatan harus memperhatikan empat aspek ini ketika mengevaluasi
keadilan yaitu : sumber daya yang terbatas, kebutuhab\n yang berkompetisi, hak
dan kewajiban serta konflik potensial yang mungkin terjadi (Holmes, 2010).
Decicion Making Capacity
Tantangan lain dalam menghadapi pasien
lansia adalah dalam hal apakah pasien memiliki kemampuan un tuk mengambil
keputusan. Ketika autonomy dihargai, dan ini tentu saja lebih disukai untuk
mendapatlan informed consent dari pasien secara alngsung, pasien harus memiliki
cukup pengetahuan untuk mengambil keputusan tersebut. Penilain klinis tentang
pengambilan keputusan adalah bagian dari praktek kesehatan sehari-hari. Seorang
pasien yang tidak sadar tentu saja tidak dapat membuat keputusan tersebut
termasuk juga mereka yang dalam keadaan delirious atau mengalami dementia.Lebih
lanjut, kemampuan untuk mengambil keputusan akan berbeda dan bervariasi
tergantung keadaan medis seperti juga lansia. Keputusan formal dalam hal ini
akan berada di bawah pengadilan (Murphy, 2012).
Do Not Resusitate
Pasien sebagai pengambil keputusan
mempunyai hak untuk menolak tindakan penyelamatan nyawa berdasarkan prinsip
dari autonomy. Ini juga termasuk cardiopulmonary
resuscitation (CPR). Sebuah kebijakan DNR, untuk menahan CPR termasuk didalamna
managemen airway, intubasi, dan intervensi farmakologis untuk menstimulasi
jantung, kompresi jantung dan bahkan defibrilator. Berdaarkan data, diletahui
(termasuk lansia) bahwa ¾ pasien percaya akan selamat dalam CPR. Hal yang tidak
menguntungkan adalah secara realtias kurang dari 20% pasien bertahan hidup
setelah CPR dan 10-44% dari paisen tersebut bertahan hidup dengan kerusakan
neurologis. Di amerika terdapat peraturan disebut sebagai The Patient
Self-Determination Act of 1990 yang mengijinkan pasien untuk menolak penanganan
medis bahkan jika itu akan berakibat kematian, dan DNR mungkin adalah bagian
dari arahan lebih lanjut mereka. Jika seorang pasien menjadi tidak dapat
menentukan arahan dalam kesehatan mereka sendiri, dokter dapat menjadikan
perintah DNR tetap diadakan untuk menghormati keinginan sebelumnya. Karena
sebenarnya prosedur CPR tidak dibuat khusus untuk kematian yang telah
diramalkan dari sebuah penyakit kronik. Seorang tenaga kesehatan tidak memiliki
kewajiban untuk melakukan CPR jika prosedur tersebut terdapat kontraindikasi
seperti DNR (diem, 1996).
Kesimpulan
Trauma pada populasi lansia sering
terjadi dan dihubungkan dengan tingkat kematian yang tinggi, tidak hanya
berhubungan dengan faktor mekanisme cidera, tapi juga komplikasi populasi
seperti usia, menurunnya kemampuan fisik, meremehkan keparahan akibat cidera, ‘preexisting comordity’, dan
ketidakcukupan kemampuan tubuh untuk kompensasi.
Penurunan fungsi pada lansia
menyebabkan penurunan serius dalam performa untuk menangani stress dan lebih
mudah terkena sakit. Karena menurunnya fungsi pada lansia, lansia kurang mampu
untuk mempertahankan homeostatis
untuk menghadapi cidera fisik. (Frankenfield D, 2000).
Datar pustaka
Anastasia,
Anne C, 2014. Ethics in Geriatric Trauma.
Division of Trauma, Department of Surgery , Rutgers – New Jersey Medical
School , 150 Bergen Street Room M-229 , Newark , NJ 07101 , USA
Buemi
M, Nostro L, Aloisi C, et al. Kidney aging: from phenotype to genetics.
Rejuvenation Res 2005;8:101–9.
Barton
RN, Horan MA, Clague JE, et al. The effect of aging on the metabolic clearance
rate and distribution of cortisol in man. Arch Gerontol Geriatr 1999;29:95–105.
Chang
dkk, 2010. TRAUMA MORTALITY FACTORS IN THE ELDERLY POPULATION
Crit
Care Nurs Clin North Am 1996;8:7–16.
Deartemen
Kesehatan RI, 1992 . Pedoman pelayanan kesehatan Jiwa Usia Lanjut.
Cetakan kedua. Jakarta : Depkes Ditjen Pelayanan medik
Darmojo,
RB.1999. Buku Ajar Geriatrik Ilmu kesehatan Usia Lanjut. Jakarta ; Balai
Penerbit FK-UI
Demetriades D, Karaiskakis M, Velmahos G, Alo K, Newton E,
Murray J, et al. Effect on outcome of early intensive
management of geriatric trauma patients. Br J
Surg 2002; 89: 1319–22.
Diem
SJ, Lantos JD, Tulsky JA. Cardiopulmonary resuscitation on television; miracles and misinformation. N Engl J
Med. 1996;334: 1578–82.
Frankenfield
D, Cooney RN, Smith JS, et al. Age-related differences in the metabolic
response to injury. J Trauma 2000;48:49–56Hawari , Mandang . 2000. Pendekatan
holistik pada gangguan jiwa , Jakarta ; FKUI
Harbrecht BG, Peitzman AB, Rivera L, Heil B, Croce M, Morris JA
Jr, et al. Contribution of age and gender to outcome
of blunt splenic injury in adults: multicenter study
of the Eastern Association for the Surgery of Trauma.
J Trauma 2001; 51: 887–95.
Hardywinoto.
1999 . Panduan Gerontologi Tinjauan dari berbagai ASPEC Jakarta : PT. Gramedia.
Holmes
HM. Quality of life and ethical concerns in the elderly thoracic surgery
patient. Thorac Surg Clin. 2009;19(3):401–7.
Janssens
JP. Aging of the respiratory system: impact on pulmonary function tests and
adaptation to exertion. Clin Chest Med 2005;26:469–84.
Makary
MA, Segev DL, Pronovost PJ, Syin D, Bandeen-Roche K, Patel P, et al. Frailty as
a predictor of surgical outcomes in older patients. J Am Coll Surg.
2010;210(6):901–8.
McKinley
BA, Marvin RG, Cocanour CS, et al. Blunt trauma resuscitation: the old can
respond. Arch Surg 2000;135:688–93.
Murphy T. Ethics in Clerkships; Surrogate Decision Making. University
of Illinois at Chicago College of Medicine. [cited 27 Dec 2012]. Available from: http://www.uic.edu/depts/mcam/ethics/surrogate.htm
.
Thompson
LF. Failure to wean: exploring the influence of age-related pulmonary changes.
Safih MS, Norton R, Rogers I, Gardener JP, Judson JA. Elderly
trauma patients admitted to the intensive care unit
are different from the younger population. NZ Med J 1999; 112: 402–4.
Shabot MM, Johnson CL. Outcome from critical care in the
“oldest old” trauma patients. J Trauma 1995; 39: 254–9.
Tsugawa K, Koyanagi N, Hashizume M, Ayukawa K, Wada H,
Tomikawai M, et al. New insight for management of
blunt splenic trauma: significant differences between
young and elderly. Hepatogastroenterology 2002;
49: 1144–9.
Williams
JM, Evans TC. Acute pulmonary disease in the aged. Clin Geriatr Med 1993;9:
527–45.
0 comments:
Post a Comment