Pendidikan
yang terjebak dalam semangat komersialisme
Saat ini, Dunia Pendidikan sepertinya tidak hanya
berfokus pada bagaimana caranya mendidik siswa/mahasiswa menjadi insan ilmu
yang memenuhi kebutuhan jaman. Sebagian perhatian Dunia Pendidikan saat ini terfokus
pada aspek pemasukan atau penerimaan keuangan. Bisnis, begitulah mungkin
istilahnya dewasa ini. Berbagai Institusi pendidikan tinggi dengan gencarnya
didirikan dan menarik perhatian calon mahasiswa untuk masuk, walau tidak ada
jaminan akan kualitas yang diberikan. Institusi
pendidikan saat ini mungkin sudah menambah fungsi Tri Dharma Perguruan tingginya dengan fungsi
baru yaitu untuk mencari keuntungan bagi pemilik atau yayasannya.
Pendidikan kita saat
ini menjadi sebuah ranah komersialisasi dimana siapa yang berduit akan
mendapatkan fasilitas pendidikan yang berkualitas sedangkan yang miskin tidak
akan bisa mendapat pendidikan yang di inginkannya. Padahal disebutkan secara
jelas dalam pembukaan UUD 1945 bahwa
pembangunan, pendidikan “untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan
sebuah kalimat yang tidak mendiskrimanasi si kaya dan si miskin dalam
mendapatkan kualitas pendidikan. Namun, sayangnya dilapangan jauh berbeda untuk
masuk sekolah yang mutunya bagus harus membayar mahal dan untuk dapat masuk
kuliah harus membayar uang pembangunan yang mahal.
Berbagai Perguruan tinggi atau Sekolah
tinggi kesehatan (Stikes) didirikan dimana-mana. Mulai dari skala kecil yang
menempati kompleks ruko sebagai tempat administrasi sekaligus tempat
melaksanakan kuliah, hingga skala besar dengan membangun gedung-gedung baru
dilahan kosong. Jenjangnya pun beragam. Mulai dari SMK Kesehatan, D-1 sampai
D-3 hingga pendidikan S1 dan Profesi. Berbagai spanduk dan Iklan disebar baik
di media cetak atau televisi. Semua
pihak memperebutkan ‘kue’ yang sama, jumlah calon mahasiswa yang sangat besar.
Hanya saja sangat disayangkan
fenomena ini tidak semata dilandasi
dengan semangat untuk mencerdaskan bangsa dan memenuhi kebutuhan dunia akan
insan pekerja yang lebih terdidik, tapi juga semangat ‘komersialisme’ yang
melihat celah dari adanya kebutuhan ini. Bermodal ijin yang didapatkan, mereka
berani membuka banyak kelas walau sarana-prasarana belum mencukupi. Jangankan
untuk masalah gedung yang mungkin masih sewa atau kontrak di kompleks
pertokoan, tenaga pengajar sendiri yang merupakan inti utama proses pendidikan
terkadang masih berlabel ‘seadanya’. Mendatangkan dosen atau tenaga pengajar
dari Institusi yang lebih mapan menjadi solusi ‘elegan’ supaya sekolah tinggi
yang baru berdiri ini sudah mempunyai tenaga pendidik yang berkualitas.
Sedangkan tenaga pendidik tetap disana seringkali hanyalah lulusan baru atau
‘fresh graduated’ yang belum memiliki skill yang cukup mumpuni. Hal ini
mencerminkan adanya keinginan lain yang dituju pengelola/pemilik, yaitu untuk mendapatkan
keuntungan semata.
Pada akhirnya mahasiswalah yang merasakan
akibatnya. Selama perkuliahan mahasiswa tidak mendapatkan fasilitas dan
kualitas perkuliahan yang standart. Ruang kelas yang sedanya hanya dengan
bangku dan meja serta lcd terkadang harus bergantian dengan adanya kepentingan
lain. Apalagi alat-alat laboratorium yang masih sangat terbatas dan kadang
hanya boleh ‘ditonton’ mahasiswanya. Mahasiswa baru tentu saja tidak dapat
mengetahui seratus persen kondisi institusi
pendidikan yang mereka tuju hanya dari brosur atau informasi pihak luar.
Berbagai kondisi ini menempatkan
mahasiswa menjadi korban dari sistem komersialisasi pendidikan yang terjadi
saat ini.
Tidak dapat dipungkiri terjadi
perubahan arah atau arus dunia pendidikan ke arah yang lebih mengedepankan
aspek ’komersil’ daripada semangat untuk mencerdaskan bangsa. Tidak hanya bagi Sekolah tinggi baik skala
kecil atau besar, tapi juga institusi Pergurun tinggi dengan berbagai ragam
sistem penerimaan mahasiswanya.
Pendidikan
Pendidikan (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Arumi, 2011) :
proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan (Poerbakawatja & Harahap dalam Arumi, 2011): Usaha secara
sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan
sebagai kemampuan untuk bertangung jawab terhadap segala perbuatannya.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU Pendidikan Tinggi, 2012).
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah
proses untuk meningkatkan kemampuan dan mendewasakan melalui cara pengajaran
dan pelatihan untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.
Institusi Pendidikan
Tinggi
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Nomor
17 Tahun 2010
Tentang
Pengelolaan
Dan Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal I : Ketentuan Umum
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi.
Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu
dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.
Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi.
Pasal 3. Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin:
a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang
mencukupi, merata, dan terjangkau;
b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya
dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan
c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan.
Pasal 19. Pemerintah provinsi mengarahkan, membimbing,
menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan
mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di
provinsi yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
UU
no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Pasal
1 Bab 1 : Ketentuan Umum
9. Tridharma Perguruan Tinggi
yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk
menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
10. Penelitian adalah kegiatan
yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk
memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman
dan/atau pengujian suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
11. Pengabdian kepada Masyarakat
adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Menelaah
Fenomena’ Komersialisasi Pendidikan’ dengan Filsafat
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos.
Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia
shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah atau berarti. Dengan demikian filsafat berarti mencintai
hal-hal yang bersifat bijaksana (menjadi kata sifat) bisa berarti teman
kebijaksanaan (kata benda) atau induk dari segala ilmu pengetahuan (Tim
Dosen UGM, 2010).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian
yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Secara umum filsafat berarti
upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan
kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka
proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif,
sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan
mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu
diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu
titik tertentu (Takwin, 2001).
3
jenis persoalan utama
filsafat yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan dan
persoalan tentang nilai (Tim Dosen UGM, 2010)..
- Persoalan
keberadaan (being) atau eksistensi.
Persoalan keberadaan dapat ditinjau
dari beberapa segi pandang yaitu segi jumlah, kualitas, dan dari segi proses.
Fenomena ini dapat dianalisa dari segi
pandang proses. Aliran yang membahasnya adalah :
1.
Aliran Mekanisme. Aliran ini menyatakan bahwa semua
gejala (peristiwa) dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik. Aliran ini
menjelaskan bahwa semua peristiwa dapat diterangkan berdasar sebab kerja
(effect cause) yang dilawankan dengan sebab tujuan (final causes) atau kaidah sebab-akibat (Tim Dosen UGM, 2010)..
Adanya fenomena
komersialisasi pendidikan tidak lepas dari adanya sebab yang mendasari dan
akibat yang terjadi. Sebab pengawasan yang lemah dari DIKTI atau Kemdiknas
terhadap mutu penyelanggaraan pendidikan tinggi. Sebab mudahnya mendapat ijin
menyelenggarakan pendidikan tinggi terutama bagi mereka yang memiliki
‘koneksi’. Sebab mudahnya permainan-permainan dalam dunia pendidikan tinggi
seperti pinjam meminjam alat saat adanya inspeksi dan sebagainya. Sebab
kurangnya ‘controlling’ dari pihak-pihak yang bertanggung jawab. Semua sebab ini mengakibatkan kualitas
penyelenggaraan pendidikan tidak terawasi sehingga tidak sesuai standart yang
ada.
Sebab akibat yang lain
adalah mengenai ‘demand and supply’. Adanya kebutuhan yang tinggi terhadap
tenaga kesehatan di Indonesia. Hal ini dikuatkan dengan penerimaan CPNS tenaga
kesehatan yang selalu mendapat porsi terbesar. Kebutuhan akan tenaga kesehatan
yang besar ini tidak diimbangi kemampuan institusi pendidkan tinggi saat itu
untuk menghasilkan tenaga kesehatan. Akibatnya ada kekurangan ‘suply’ tenaga
kesehatan, sehingga perlu dibuka institusi pendidikan tinggi kesehatan
2.
Aliran Teleologi : Aliran ini berpendirian bahwa yang
terjadi di alam adalah karena adanya suatu kemauan atau kekuatan yang
mengarahkan alam ke sebuah tujuan (Tim Dosen UGM, 2010)..
Adanya fenomena ini karena
memang ada sebagian orang/oknum yang memiliki kewenangan atau keinginan tertentu. Mereka ingin
mendapatkan keuntungan dari tingginya keinginan orang tua untuk menyekolahkan
anaknya ke jenjang pendidikan tinggi. Dan mereka memiliki kekuatan untuk
mendirikan institusi pendidikan tinggi seperti Stikes. Sebagai pimpinan, merekalah yang paling
berkuasa untuk membuat keputusan. Keputusan mengenai jumlah staff administrasi
dan pengajar, keputusan/kebijakan mengenai sarana dan prasarana. Kebijakan
penerimaan mahasiswa baru dan jumlah kelas, serta lainnya. Institusi pendidkan
memang mereka arahkan sebagai jalan/alat untuk menghasilkan uang bagi diri
mereka, dan bukan untuk mencerdaskan masyarakat.
- Persoalan
tentang Pengetahuan
Persoalan pengetahuan tentang fenomena
ini dapat dijelaskan oleh aliran-aliran berikut :
Persoalan tentang Sumber Pengetahuan
1.
Rasionalisme : berpandangan bahwa semua pengetahuan
bersumber pada akal. Akal memperoleh bahan lewat indera untuk kemudian diolah
oleh akal menjadi pengetahuan (Tim Dosen UGM, 2010)..
Adanya pengetahuan tentang
cara ‘komersialisasi pendidikan’ ini didasari oleh penalaran/akal pelaku.
Pelaku berpikir bahwa ada kebutuhan dan keinginan yang tinggi akan tenaga
kesehatan sementara institusi pendidikan yang ada belum mencukupi. Informasi
ini diolah oleh pelaku dan menghasilkan pemikiran akan adanya kesempatan/peluang
untuk berbuat ‘sesuatu’ dalam rangka mengambil kesempatan yang ada. Akhirnya
keluarlah gagasan untuk mendirikan Stikes atau sekolah tinggi lainnya untuk
mendapatkan keuntungan, tanpa adanya keinginan mendalam untuk memberikan
layanan pendidikan yang berkualitas.
Persoalan
tentang Hakikat Pengetahuan
1.
Idealisme : berpendirian bahwa pengetahuan
adalah proses-proses mental atau psikologis yang sifatnya subjektif.
Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang kenyataan (Tim Dosen UGM,
2010)..
Dari sini dapat diketahui
bahwa individu dapat mempengaruhi pengetahuan. Bahwa pengetahuan bersifat subjektif.
Orang yang memiliki pendirian ‘bisnis’ akan selalu melihat peluang dari
kenyataan yang ada. Pengetahuan tentang ‘komersialisasi pendidikan’ ini ada
didasari adanya jiwa bisnis dalam individu tersebut. Diamanapun dia berada,
semuanya dapat dijadikan bisnis asalkan ada peluang. Tak terkecuali wilayah
pendidikan keperawatan ini.
- Persoalan
Tentang nilai
Persoalan tentang Nilai-nilai atau
etika dari fenomena ini dapat diterangkan melalui aliran berikut ini.
1.
Deontologisme Etis. Berpendirian bahwa suatu tindakan
dianggap baik tanpa disangkutkan dengan nilai kebaikan sesuatu hal. Suatu
perbuatan dikatakan wajib secara moral tanpa harus memperhatikan
akibat-akibatnya. Aliran ini berlawanan dengan aliran Etika teleologis yang
menyatakan bahwa kebaikan atau kebenaran suatu tindakan sepenuhnya bergantung
pada suatu tujuan atau suatu hasil (Tim Dosen UGM, 2010)..
Dari sini dapat dipelajari
bahwa kegiatan ‘komersialisasi pendidikan’ ini akan dianggap baik oleh pelaku
bila menghasilkan sesuatu yaitu keuntungan. Mereka tidak perlu memikirkan
akibat-akibat yang terjadi seperti rendahnya kualitas pendidikan yang
dihasilkan. Tindakan komersialisasi ini tidak perlu dikaitkan dengan
nilai-nilai kebaikan dalam aliran ini. Seperti nilai untuk mencerdaskan
masyarakat, atau membawa kemajuan untuk bangsa.
2.
Hedonisme. Aliran ini menganjurkan manusia mencapai
kebahagiaan yang didasarkan pada kenikmatan dan kesenangan (pleasure). Bahwa
kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan akhir manusia (Tim Dosen UGM, 2010)..
Dari aliran ini dapat
dijelaskan tujuan ‘komersialisasi pendidikan’ adalah jalan untuk menghasilkan
keuntungan atau uang. Uang tidak lain adalah alat untuk dapat membeli
kenikmatan duniawi. Bersenang-senang, berlibur, belanja dan lain hal adalah
cara mencapai kebahagiaan menurut aliran ini. Dorongan inilah yang menjadikan
individu untuk mencari peluang dari kenyataan yang ada. Karena ingin membeli
kenikmatan duniawi, pelaku membiarkan kualitas pendidikan tidak standart yang
penting dapat mengambil keuntungan dan bersenang-senang.
Daftar Pustaka
Arumi,
2011. Psikologi Pendidikan. UNY. Yogyakarta.
Tim
Dosen UGM, 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
0 comments:
Post a Comment